Geger Sambo dari Perspektif Mahasiswa Komunikasi; Catatan Kritis untuk Perubahan Polri

Date:

Lutfia Natasya, Mahasiswa Semester 3, Binus University, Fakultas Digital Communication and hotel & tourism, Jurusan: Mass Communication. (Istimewa)

Mata publik seolah tak pernah berhenti menguntit setiap detail perkembangan kasus pembunuhan Brigadir J yang sejak 17 Oktober 2022 telah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tiga bulan sebelum masuk persidangan, persisnya 8 Juli 2022. Sebuah kehebohan mengguncang publik. Saat itu, disebutkan terjadi insiden saling tembak antara Brigadir J dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Pol. Ferdy Sambo. Kasus itu sendiri baru menyeruak ke publik 11 Juli 2022.

Motif pembunuhan Brigadir J diduga akibat Brigadir J mencoba melakukan pelecehan kepada istri Ferdy Sambo. Namun, keluarga Brigadir J mencium sejumlah kejanggalan, terutama ketika mereka tak diperbolehkan membuka peti jenazah.

Dari sinilah keping demi keping puzzle mulai tersusun. Dahsyatnya kekuatan opini publik ‘memaksa’ proses hukum atas peristiwa ini berlangsung transparan. Bahkan akhirnya dilakukan autopsi ulang jenazah Brigadir J.

Hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J menunjukan bahwa Brigadir J terbunuh dengan lima luka tembak.

Seiring berjalannya waktu, didapatkan fakta baru mengenai kasus tersebut. Diketahui bahwa Bharada E disebut menembak Brigadir J karena diperintah oleh atasannya.

Dengan adanya titik terang tersebut, mulailah dilakukan pencarian CCTV di rumah dinas Sambo. Naas, rekaman CCTV hilang tetapi publik tidak diam dan mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Brigadir J seterang-terangnya.

Dengan munculnya desakan tersebut, Kapolri kemudian membentuk Tim Khusus (Timsus) dan memerintahkan Timsus untuk melakukan pemeriksaan kembali.

Setelah dilakukan pemeriksaan kembali, terungkap bahwa Sambo melakukan pembunuhan berencana dan diberikan hukuman pemecatan tidak hormat dari Polri. Ditemukan juga bahwa terdapat 15 orang dari puluhan polisi yang resmi dimutasi Kapolri akibat melanggar kode etik dan ikut menghilangkan barang bukti.

Kematian Brigadir J yang menyeret Ferdy Sambo Cs, membuat publik mempertanyakan kembali kasus yang masih dalam penyidikan yaitu kasus KM 50 yang menewaskan sejumlah laskar FPI. Pasalnya, terdapat persamaan dengan kasus kematian Brigadir J, yakni terjadi kekerasan antar aparat dan modus rekayasa skenario palsu tembak menembak. Tidak hanya itu, terdapat dugaan Ferdy Sambo menerima setoran judi berdasarkan Konsorsium 303 yang mulai mencuat di publik setelah kasus kematian Brigadir J.

Berdasarkan kasus-kasus di atas dapat disimpulkan bahwa sistem Polri di Indonesia mulai mengkhawatirkan, terlalu banyak aparat polisi yang terlibat dalam kejahatan. Perlu diadakan reformasi Polri karena Polri memiliki struktur jabatan di bawah Presiden yang membuat Polri memiliki kewenangan yang tinggi.

Dari kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo tidak hanya masyarakat yang dapat melihat cacatnya figur Polri di pemerintahan, tetapi Polri juga dapat interopeksi diri atas kejadian tersebut sebab masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap Polri.

Maka pada sisi ini Sambo bisa dikatakan telah memberikan andil perbaikan di institusi Polri dengan kasusnya. Selain tentunya, kasus ini memperlihatkan kepada masyarakat bahwa figur polisi sudah tercoreng.

Kasus kematian Brigadir J tidak boleh disia-siakan. Sebab dengan kasus ini, kebenaran terungkap. Keluarga Brigadir J harus mendapatkan keadilan sesungguhnya dari meninggalnya Brigadir J.

Penulis:

Lutfia Natasya, Mahasiswa Semester 3, Binus University, Fakultas Digital Communication and hotel & tourism, Jurusan: Mass Communication.

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Kejuaraan Nasional Gateball 2024 Digelar di Alun-alun Ahmad Yani Kota Tangerang 26-28 April 2024

Berita Tangerang - Bagi Anda pecinta olahraga, jangan sampai...

Kapolri Ungkap Peran Besar Muhammadiyah bagi Bangsa

Berita Jakarta - Muhammadiyah senantiasa selalu mengingatkan seluruh elemen...