Diversifikasi Sinergi Pariwisata dan Pertanian

Date:

Anggota DPRD Lebak F-PKS Dian Wahyudi. (Dok. Pribadi)

Lebak- Visi dan Misi Kabupaten Lebak 2019 – 2024 memberi ruang luas di sektor Pariwisata, sehingga promosi berbagai destinasi wisata di Lebak demikian gencar, setidaknya selama 2 (dua) tahun terakhir ini. Pariwisata menjadi tema utama dalam segala sisi program yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak.

Diketahui Visi Kabupaten Lebak 2019 – 2024 : Lebak Sebagai Destinasi Wisata Unggulan Nasional Berbasis Potensi Lokal.

Sedangkan Misi Kabupaten Lebak 2019 – 2024 : 1). Meningkatkan Kualitas dan Daya Saing SDM; 2). Meningkatkan Produktifitas Perekonomian Daerah Melalui Pengembangan Pariwisata; 3). Meningkatkan Ketersediaan Infrastruktur Wilayah; 4). Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup; 5). Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.

Hal ini, pernah saya ulas dalam opini berjudul Rayuan Maut Distinasi Wisata Lebak. Namanya juga rayuan maut, apalagi penuh pesona (hhmm), perlu kehati-hatian kepada para pengambil kebijakan Pemkab Lebak jangan kasih kendor urusan infrastruktur menuju Destinasi Wisata, kepada para pengelola, baik Desa ataupun Pokdarwis agar senantiasa membenahi berbagai fasilitas dan wahana menarik dan kreatif, tingkatkan terus kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) para pengelolanya, karena sejatinya disaat Destinasi Wisata merayu atau melakukan promosi, ada konsekuensi kepuasan maksimal untuk para wisatawan, baik dari segi pelayanan, fasilitas ataupun kesan. Sehingga geliat ekonomi juga dirasakan masyarakat sekitar, dengan menjual berbagai kerajinan kreatif ataupun souvenir lainnya, menyediakan homestay untuk para wisatawan, menjual berbagai makanan tradisional sebagai oleh-oleh.

Tidak cukup sampai di situ, jika meminjam sebuah kalimat bijak dari Harry Santosa, pakar tumbuh kembang anak Fitrah Based Education, saya juga mengibaratkan mengelola jasa dan destinasi wisata seolah mengasuh anak, harus sabar dan telaten. Deraskan maknamu, bukan tinggikan suara, karena hujanlah yang menumbuhkan bunga-bunga, bukan petir dan guruhnya. Dan hati-hati pula, tidak ada salahnya kita memperhatikan nasehat para pakar pemasaran. Sering kali kita menjual keunggulan produk yang tidak dibutuhkan konsumen. Terlalu asyik mengulik keunggulan produk, kita lupa menggali kebutuhan konsumen. Apa yang para wisatawan butuhkan di Destinasi Wisata yang dikelola, apa yang dicari wisatawan di setiap perhelatan, event atau Festival ?. Cari dan temukan, jadikan kekuatan promosi. Sehingga Destinasi wisata selalu ngangenin (Kabar Banten, 28 Juni 2019).

Namun, belakangan imbas wabah Covid 19 memberi efek kejut luar biasa pada sektor pariwisata, bukan hanya di Lebak namun juga hampir seluruh daerah di Indonesia. Seluruh destinasi wisata di tutup, sehingga otomatis Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau efek potensi peningkatan daya tambah ekonomi bagi warga sekitar juga hilang.
Imbas wabah Covid 19, tentunya membuat kita prihatin. Namun tetap tidak menghilangkan optimisme.

Meminjam istilah Ippo Santosa, Langit tak selamanya gelap, tak semuanya gelap. Sebagian mungkin gelap, tapi sebagian lagi terang kok. Begitu juga dalam bisnis, ada bisnis-bisnis yang redup ketika pandemi ini, tapi ada juga yang cerah dan berkilau. Jangan gengsi untuk berubah. Ya, berubah. Mungkin dari segi produk. Mungkin dari segi strategi. Mungkin dari segi konsumen. Harga? Kemitraan? Distribusi? Mungkin saja, turut berubah.

Ingat, uang itu tetap ada, sama sekali nggak berkurang jumlahnya. Kalau kita kreatif, go online, dan memperhatikan faktor kesehatan (health-concerned), insya Allah bisnis akan tetap bertahan bahkan bertumbuh. Harus memiliki kemampuan untuk survive dan sustain. Bukan sekedar bertahan, tapi juga mampu mengeluarkan segenap potensinya.

Untuk sektor Pariwisata dalam kasus Lebak, tentunya kita perlu berfikir apa yang harus dikembangkan atau jika perlu diubah strateginya, agar sektor lain di balik sektor pariwisata tetap eksis atau dapat bangkit kembali, terutama para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di Lebak.

Potensi PAD Destinasi Wisata Meleset

Dengan potensi destinasi wisata Lebak yang menjanjikan, ditambah visi Pemkab Lebak terkait destinasi wisata yang ambisius, faktanya belum berdampak positif terhadap perekonomian warganya. Selain itu, masih ada persoalan yang belum dituntaskan Pemkab Lebak tentang bagaimana pengelolaan destinasi wisata agar dapat menggenjot Pendapat Asli Daerah (PAD) Lebak dari pungutan retribusi.

Menurut Kabid Pariwisata Pemkab Lebak, pendapatan Kabupaten Lebak tahun 2019 dari sektor parawisata hanya menyumbang Rp 242 juta, yang dihasilkan dari empat tempat destinasi wisata, yaitu Pantahi Bagedur, Pantai Sawarna, Pemandian Air Panas Cipanas, dan Kebun Teh Cikuya, dan di tahun 2020 ini ditarget naik menjadi Rp 259 juta. Dimana posisi Destinasi Wisata Baduy yang sudah dikenal oleh para wisatawan Internasional, Seba Baduy, Seren Taun Cisungsang, besaran investasi hasil berbagai event dan pameran ?, tidak dijelaskan.

Kiprah Museum Multatuli, dan belakangan ada pula rencana rehab rumah Multatuli serta pengembangan Ekowisata Geopark Bayah Dome ?

Dengan masih bertahannya pandemi Covid 19 menghantui sektor Pariwisata, sampai waktu yang tidak bisa diprediksi, otomatis PAD Lebak akan meleset alias tidak sesuai terget.

Diversifikasi

Kabar gembira justru datang dari sektor Pertanian, yang seolah akan ditinggalkan oleh Pemkab Lebak. Seperti dikutip Banten Bisnis, Produksi beras di Kabupaten Lebak, sepanjang Januari hingga Maret tahun ini mencapai 61.468 ton atau surplus selama 2 bulan ke depan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Lebak yang berpenduduk 1,2 juta jiwa. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Lebak Rahmat Yuniar, menjamin persediaan beras aman dalam menghadapi wabah pandemi Covid-19, serta selama Ramadan, apalagi, di berbagai daerah saat ini memasuki musin panen raya.

Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak, jumlah produksi beras sepanjang Januari-Maret 2020 tercatat 61.468 ton setara beras dari panen padi sebanyak 111.760 ton gabah kering giling (GKG). Selama ini, kebutuhan komsumsi beras dengan jumlah penduduk 1,2 juta jiwa rata-rata per kapita/tahun sebanyak 114 Kg atau 11.977 ton/bulan, bahkan kebutuhan konsumsi beras sampai dengan Maret 2020 mencapai 35.931 ton. Dengan demikian, produksi beras patut diapresiasi karena surplus sebanyak 25.537 ton beras, serta mencukupi untuk kebutuhan 2 bulan ke depan. Bahkan selama ini, produksi beras di Kabupaten Lebak mampu menyumbangkan ketahanan pangan nasional sekitar 40 persen dan dipasok ke luar daerah, seperti Bogor, Sukabumi, Pasar Cipinang Jakarta, hingga Lampung.

Pemkab Lebak terus mendorong para petani agar tahun ke tahun produksi beras meningkat, sehingga dapat mendongkrak pendapatan ekonomi mereka. Petani juga setiap tahun mendapatkan penyaluran bantuan sarana produksi dan peralatan pertanian untuk menggenjot produktivitas pangan. Dinas juga melakukan percetakan areal persawahan baru, sehubungan adanya pengembangan perluasan perkotaan, seperti di Kecamatan Maja dan Curugbitung. serta mengoptimalkan pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) petani melalui penerapan teknologi.

Berangkat dari realitas hari ini, sepertinya Pemkab Lebak perlu melakukan Diversifikasi. Menurut Tjiptono, mendefinisikan diversifikasi dalam sebuah perusahaan, adalah upaya mencari serta juga menciptakan produk atau pasar yang baru, atau juga keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas serta juga fleksibilitas. Manfat dari adanya diversifikasi, diantaranya sebagai berikut : 1). Meningkatkan Profitabilitas serta Daya Saing, 2). Dengan investasi pada segala macam jenis produk akan mencegah pesaing untuk memonopoli pasar. 3). Meminimalisir Resiko. 4). Masih terdapat unit usaha lainnya sehingga masih bisa survive.

Untuk kasus Kabupaten Lebak, di tengah lesunya sektor Pariwisata dan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Diversifikasi yang dimaksud adalah Pertama, sudah saatnya warga Lebak melakukan upaya Ketahanan Pangan Mandiri dengan menanam berbagai jenis kebutuhan konsumsi rumah tangga, di pekarangan ataupun di kebun masing-masing, sehingga daya beli masyarakat di masa sulit ini tetap terjaga, karena pengeluaran uang untuk sehari-hari berkurang. Kedua, disamping itu, para petani padi sawah terus mengikuti panduan Dinas Pertanian dalam memulai masa tanam dan tata kelola sawah, agar produksi padi dan beras di Lebak tetap surplus bahkan dapat memenuhi pasokan di luar wilayah Lebak.

Ketiga, mulai kembali melakukan inventarisir Buah Lokal Unggulan atau Berkualitas yang memiliki potensi ekspor. Tidak hanya buah-buahan saja, pemerintah juga perlu mendorong ekspor produk pertanian lainnya yang berorientasi ekspor. Seperti dikutip finance detikcom, saat ini Kementerian Pertanian sudah berupaya membuat langkah kebijakan untuk mengantisipasi penurunan ekspor pertanian ke China. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan para eksportir agar dapat memanfaatkan pasar ekspor alternatif.

Keempat, Pemkab perlu mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi produk buah-buahan lokal dibandingkan yang impor. Dalam hal produksi, pemerintah juga harus mendorong petani-petani lokal meningkatkan produksinya baik secara kuantitas maupun kualitas agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sosok seperti ka Ruhiana Cibadak Salah satu Gapoktan yang tetap survive panen raya dan mengelola hamparan ratusan hektar sawah disaat sawah sekitar kekeringan karena kemarau panjang perlu diperbanyak. Sosok seperti ka Hendi Karis Leuwidamar yang tekun membudidaya dan melakukan sertifikasi Durian Unggul lokal perlu di perbanyak serta sosok seperti ka Wandi Madu Cingagoler yang terus kukurilingan ka unggal lembur mencari potensi unggulan lokal desa perlu ditiru. Atau mungkin masih cukup banyak sosok yang cukup inspirasi dan tetap survive di tengah pandemi Covid 19.

Sinergi Pariwisata dan Pertanian hal yang niscaya. Misalkan, dimana sentra Rambutan Tangkue terbaik, Manggis, Durian, Bambu, dll yang bisa dikembangkan.

Sentra buah atau ternak perlu di perjelas sesuai potensi lokal. Sentra sayur mayur seperti kentang, labu siam, buncis, kol, timun, cabe atau jahe, kunyit yang memiliki nilai ekonomi tinggi kenapa tidak dimulai dari sekarang jika kondisi geografis di Lebak cocok untuk itu.

Jangan mengembangkan sentra yang bukan budaya lokal, tiba-tiba memelihara sapi, atau kambing etawa, atau burung puyuh. Yang konyol, ingin mengembangkan kerbau ras lokal malah mendatangkan indukan kerbau dari derah lain.

Sehingga disaat normal menjadi destinasi wisata yang memberikan PAD kepada daerah, disaat lesu seperti saat ini tetap memberi nilai tambah ekspor dan memberi devisa kepada daerah.

Dengan terus memperhatikan infrastruktur jalan, sarana dan pra sarana, menuju destinasi wisata dan sentra-sentra budidaya pertanian serta peternakan.

Mungkin bukan upaya terbaik, namun setidanya kesiapan mental dan ketahanan keluarga menghadapi wabah pandemi Covid 19 tetap terjaga, karena kita tidak tahu sampai kapan wabah ini berakhir. Wallahu’alam.

Penulis: Dian Wahyudi Anggota Fraksi PKS DPRD Lebak

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Woro-woro! Kuota untuk Uji Lab Produk IKM Gratis di Kota Tangerang Masih Tersedia

Berita Tangerang - Pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) di...

Respons Aduan Warga, KASN Lakukan Analisa dan Akan Minta Klarifikasi Sekda Kabupaten Tangerang

Berita Tangerang - Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN...

Pemkot Banjir Aduan, Skenario Penataan Pasar Sipon Segera Disiapkan

Berita Tangerang - Skenario penataan Pasar Sipon yang berlokasi...