Berita Banten – Kronik sejarah Banten tak melulu mengisahkan tentang kejayaan nama Banten yang mashur sampai ke negara-negara di belahan dunia. Di dalamnya, dikisahkan pula tentang perang, dagang, ambisi berkuasa, bahkan pengkhianatan-pengkhianatan yang terjadi di lingkungan kerajaan.
Dalam rubrik Babad Banten kali ini, BantenHits.com akan mengulas sebuah peristiwa penting dalam perjalanan Kerajaan Banten, persisnya pada masa kepemimpinan Sultan Zainul Arifin yang menjabat Raja Banten ke-10 pada kurun waktu 1733-1753.
Tulisan ini bersumber dari tulisan Titik Pudjiastuti dalam buku ‘Menyusuri Jejak Kesultanan Banten’ yang di dalamnya mengulas karya Wirawan berjudul Banteng Banten yang diterbitkan 1978.
Kudeta terhadap Raja
Alkisah dalam cerita Banteng Banten itu, Titik menuliskan, permaisuri Sultan Zainul Arifin wafat. Raja kemudian menikahi seorang perempuan bernama Fatimah. Setelah resmi menjadi peramisuri, Fatimah kemudian memiliki gelar Ratu Syarifah Fatimah.
Sosok Fatimah ternyata seorang yang ambisius terhadap kekuasaan. Ia tak puas hanya dengan menjadi pendamping raja. Dia menginginkan menduduki tahta kerajaan yang sedang dijabat oleh suami.
Hasrat berkuasa membuat Fatimah gelap mata. Dia kemudian mulai menyusun skenario kudeta dengan melibatkan pemimpin VOC, Gubernur Jenderal Baroon van Imhoff.
Fatimah memulai rencana kudeta dengan membuang Pangeran Abunasar, putra Sultan Zainul Arifin dari istrinya yang telah wafat ke sebuah negeri yang disebut Ceylon. Kemudian Sultan Zainul sendiri diasingkan ke Ambon hingga akhirnya meninggal dunia.
Namun, tak ada skenario kejahatan yang sempurna. Kudeta yang dilakukan Fatimah terhadap suaminya, menimbulkan huru-hara di negeri Banten. Rakyat Banten kala itu memberontak.
Pemberontakan rakyat dipimpin oleh Ratu Bagus Ishak alias Ki Tapa–kakak kandung permaisuri Sultan Zainul yang wafat– bersama anaknya yang bernama Tubagus Buang. Singkat cerita, Ki Tapa dan anaknya, Tubagus Buang sukses menumbangkan Rezim Ratu Syarifah Fatimah.
Setelah berhasil menumbangkan rezim hasil kudeta, Ki Tapa dan Tubagus Buang kemudian menjemput Pangeran Abunasar yang sebelumnya dibuang ke Ceylon untuk didudukkan menjadi Raja Banten yang sah, mengganti bapaknya yang wafat di pengasingan.
Menariknya, dalam kisah tersebut disebutkan soal posisi VOC yang sebelumnya mendukung kudeta Ratu Syarifah Fatimah terhadap suaminya. Setelah Rezim Ratu Syarifah tumbang, VOC justru turut membuang Ratu Fatimah ke Saparua. Ratu Fatimah disebutkan meninggal di Pulau Edam sebelum sampai ke tempat pengasingan di Saparua.