Gonjang ganjing harga beras saat ini akhirnya membuat pemerintah membuka keran impor kembali. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memutuskan untuk mengimpor beras khusus sebesar 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan harga beras yang sudah melambung tinggi diatas ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah yaitu sebesar Rp.9.500, sedangkan harga beras rata-rata saat ini mencapai Rp.13000. Keputusan ini menuai reaksi pro kontra dari publik. Dilema memang, satu sisi ingin menurunkan harga beras yang tinggi satu sisi berkaitan dengan komitmen pemerintah sebelumnya untuk tidak lagi mengimpor beras.
Kenaikan harga beras terjadi hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Hal ini menjadi indikasi bahwa sebenarnya produksi beras yang digadang-gadang surplus justru kurang dari kebutuhan yg sebenarnya. Banyak yang mempertanyakan mengenai keakurasian data produksi padi yang disebut Kementan mengalami surplus. Dari kejadian tersebut ada beberapa hal yang perlu disoroti terkait dengan naiknya harga beras ini.
Pertama, Keputusan Menteri perdagangan untuk impor beras terkesan mendadak dan dinilai sudah terlambat. Hal ini karena diperkirakan akan terjadi panen pada bulan februari atau maret. Perkara impor bukan sesuatu yang instan, butuh proses yang panjang dan kelengkapan dokumen, sehingga jika beras impor datang hal ini dikhawatirkan malah akan menyebabkan harga turun dan merugikan petani dalam negeri.
Kedua, Pemerintah tidak konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang mengklaim bahwa produksi padi pada tahun 2016 sebesar 79 juta ton, bahkan tertinggi sepanjang sejarah pasca kemerdekaan. Selain itu menyatakan produksi mengalami surplus sebesar 527 ribu ton, sehingga pada tahun tsb, pemerintah menyatakan tidak perlu lagi impor beras.
Ketiga, Pemerintah terkesan tidak responsif terhadap kenaikan harga beras. Padahal banyak kalangan yang sudah memperingatkan jika akan terjadi lonjakan harga, hal ini terlihat tanda-tanda kenaikan beras yang sudah mendekati HET pada bulan oktober tahun lalu. Namun Pemerintah tetap meyakini bahwa stok beras mencukupi sampai panen yang akan datang. Tapi nyatanya stok beras yang beredar kurang dari kebutuhan yang menyebabkan harga meningkat.
Keempat, Kebijakan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) melalui keputusan Menteri Perdagangan dan Menteri pertanian pada tahun 2017 dirasa kurang efektif untuk menjaga kestabilan harga beras.
Dari permasalan tersebut, ada beberapa yang harus dilakukan pemerintah agar kenaikan harga beras ini tidak terjadi dimasa yang akan datang.
Pertama, Memperbaiki metode pengambilan data produksi dilapangan, karena hal ini berpengaruh terhadap langkah kebijakan yang akan diambil.
Kedua, Mengevaluasi program Upsus Pajale, yang menelan anggaran cukup besar serta keefektifannya dalam meningkatkan produksi
Ketiga, Memperbaiki dan mengawasi distribusi pasokan beras agar merata diseluruh wilayah dan agar tidak terjadi penimbunan yang merugikan masyarakat
Keempat mengevaluasi kebijakan Harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan sebelumnya
Permasalahan ini harus segera diatasi pemerintah dan menjadi pelajaran agar gejolak harga ini tidak terulang kembali dimasa yang akan datang karena Pangan menyangkut hajat hidup orang banyak. Presiden Soekarno pernah menyatakan bahwa Pangan merupakan persoalan hidup atau mati.
Penulis Adalah Warga Kampung Pasirkoer, Desa Kubangkondang, Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang.