Ahli Panas Bumi ITB Disoraki Warga saat Sosialisasi Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal

Date:

AHLI PANAS BUMI ITB TASRUL SAAT MENYAMPAIKAN PAPARAN PADA SOSIALISASI PEMBANGKIT ISTRIK TENAGA GEOTHERMAL
Ahli panas bumi ITB Tasrul saat paparan dalam acara sosialisasi pembangkit listrik tenaga geothermal.(Banten Hits/ Saepulloh)

Serang – Sosialisasi soal proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (Geothermal) digelar oleh masyarakat Pacarincang di Ponpes Cidanghiang, Desa Barugbung, Kecamatan Padarincang, Kamis 8 Maret 2018.

Selain mengundang sejumlah pejabat Forkominda Kabupaten Serang, acara juga dihadiri Aktivis Walhi Mukrifriatna dan ahli panas bumi dari ITB Tasrul.

Panitia sengaja mengundang ahli panas bumi dan aktivis Walhi karena dianggap netral untuk menjelaskan dampak dari proyek yang berlokasi di Desa Batu Kuwung yang dikerjakan PT Sintesa Banten Geothermal.

Namun, saat Tasrul menyampaikan paparan soal proyek pembangkit listrik tenaga geothermal tidak berdampak, warga langsung menghujani Tasrul dengan protes.

Sebagian warga bahkan meminta Tasrul membuka sebuah tayangan video yang menggambarkan dampak negatif proyek panas bumi di Mataloko. Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, acara pun langsung diambil alih oleh pemandu acara.

“Sejauh ini saya sudah netral, tapi saya tidak tahu dibilang tidak netral. Karena memang situasinya begini saya juga memahami dan perlu proses, saya hanya menjelaskan dari sisi keilmuan saja,” ungkap Tasrul kepada Banten Hits.

Konsultan panas bumi ini mengaku sudah melakukan pengeboran panas bumi di sejumlah tempat di Indonesia, sehingga dia menyimpulkan kecil kemungkinan proyek ini berdampak buruk terhadap lingkungan.

Terkait kasus yang terjadi di Mataloko, menurut Tasrul, hal itu terjadi bukan karena pengeboran melainkan alami. Kasus di Mataloko kerap dijadikan contoh oleh warga soal dampak proyek panas bumi.

“Itu bukan kasus pengeboran, di mana itu kasusnya secara alami. Dari bentukan geologi yang ada, sehingga menimbulkan manifestasi baru dan masih membedakan secara keilmuan,” jelasnya.

Tasrul juga membedakan, antara pengeboran gas bumi seperti Lapindo di Sidoarja yang berada di dataran rendah, panas bumi berada di dataran tinggi.

“Jadi sangat berbeda untuk di bandingkan,” pungkasnya.

Perusahaan Jangan Memaksakan

Perwakilan warga, Rendi mendesak kepada perusahaan untuk tidak meneruskan proyek tersebut. Hal itu upaya untuk melerai konflik sosial di tengah masyarakat.

“Yang paling penting perusahaan tidak memaksakan kehendak. Kalau kemarin masyarakat dianggap memaksa menghentikan proyek, sekarang perusahaan harus menghentikan proyek itu,” tegas Rendi.

Hal tersebut lantaran warga bersikukuh akan tetap menolak proyek tersebut. Pasalnya mereka tak mau hutan yang dijadikan mata pencaharian dirusak akibat adanya proyek tersebut.

“Warga gak butuh sosialisasi lagi, gak butuh basa basi, ini alam tetap begini untuk anak cucu di kemudian hari,” pungkasnya.(Rus)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related