Aturan Baru Pencairan JHT saat Usia 56 Tahun Tak Libatkan Para Wakil Rakyat?

Date:

Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan. Aturan baru menteri tenaga kerja, JHT baru bisa dicairkan saat usia 56 tahun. (Google)

Jakarta- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Dalam aturan tersebut menyebutkan, JHT baru bisa diambil saat memasuki usia pensiun atau 56 tahun.

Syarat lainnya JHT bisa dicairkan sebelum 56 tahun jika pekerja peserta JHT meninggal dunia atau cacat tetap.

Penerbitan peraturan itu memantik polemik. Tak sedikit masyarakat yang bertanya, bahkan memprotes sistem pencairan JHT setelah pemerintah melakukan perubahan aturan.

Usut punya usut penerbitan aturan soal JHT itu disebut-sebut tidak melibatkan para wakil rakyat di Komisi IX DPR RI. Benarkah?

Dikutip Bantenhits dari CNNIndonesia, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengaku belum pernah membahasi soal pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Menurutnya, dalam rapat-rapat Komisi IX DPR, Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan bahkan tidak secara khusus ada pembicaraan mengenai perubahan aturan JHT seperti tertuang dalam permenaker 2/2022.

“Mestinya, rencana terkait penetapan kebijakan ini sudah di-sounding (dibicarakan) dulu ke DPR, mulai dari payung hukumnya, manfaatnya bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan,”kata Saleh Partaonan Daulay seperti dikutip Bantenhits dari CNNIndonesia.com, Sabtu, 12 Februari 2022.

Produk Menteri Ida Fauziah ini telah memicu polemik di tengah masyarakat. Sejumlah pihak menolak aturan ini, karena mereka menilai akan memberatkan pegawai yang baru kehilangan pekerjaan.

Saleh turut menanggapi cuitan Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari yang menyebut pekerja yang ingin mencairkan dana program saat kehilangan pekerjaan, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan menawarkan program baru, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Menurut dia, yang jadi masalah adalah, program JKP itu payung hukumnya merupakan Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Sementara, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya menyebut UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

“Masalahnya, JKP itu kan payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat?” terang Saleh.

“Kalaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, misalnya, karena kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan,” lanjutnya.

Di sisi lain, Ketua Fraksi PAN DPR RI itu menilai bahwa kebijakan ini kurang sosialisasi. Artinya, Kemnaker belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

 

 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related