Kabut mulai beringsut dari Kampung Lemah Sari, Desa Kadu Badak, Kecamatan Angsana, Kabupaten Pandeglang. Hawa dingin masih menyergap permukaan kulit. Pemandangan hutan pedesaan perlahan mulai tampak tersingkap pagi.
Meski pagi belum muncul sempurna, kaki-kaki Marni (67) sudah terlihat lincah menapaki jalanan Kampung Lemah Sari yang berupa batu-batuan tajam. Setumpuk sayuran hutan dipikul Marni di punggungnya. Sayuran itu dia jajakan keliling ke setiap warga. Untuk menghabiskan sayuran jualannya, Marni kadang harus berjalan berkilo-kilometer hingga waktu menjelang siang.
Keriput pada wajah Marni terlihat lebih tua dari usianya. Mungkin karena hampir seluruh usianya dia habiskan untuk berjuang mempertahankan kehidupan. Siang itu, dia senderkan punggung yang renta pada tiang gubuk tempatnya tinggal di Kampung Lemah Sari.
Wartawan Banten Hits Engkos Kosasih didampingi Ketua Relawan Ketibang Ngemis Pandeglang (KNP) Een Nureni, memotretkan bagian “rumah kehidupan” Marni ini, Sabtu, 17 Maret 2018.
Gubuk yang bentuknya sudah miring karena menunggu roboh ini berukuran sekira 3×4 meter. Dinding gubuk berupa bilik yang bentuknya sudah koyak. Di dalam gubuk sebuah kelambu yang sudah tak keruan lagi bentuknya, dijadikan satu-satunya pelindung Marni dan dua cucunya dari gigitan nyamuk hutan.
Kedua cucu Marni yang merupakan anak putus sekolah pada tingkat SMP ini sering menginap di rumah Marni, karena rumah orangtua mereka kondisinya jauh lebih memprihatinkan.
Menurut Een, relawan yang intens memantau kehidupan Marni selama beberapa minggu terakhir, setiap pagi buta Marni berangkat ke hutan memetik lalapan dan sayuran, seperti daun melinjo.
“Kalau sayurannya sudah terkumpul Ibu Marni baru menjualnya,” kata Een.
Aktivitas seperti itu sudah dilakoni Marni sejak puluhan tahun lalu. Meski miskin secara materi, tapi Marni tergolong kaya hati. Dia gigih mempertahankan kemandiriannya untuk memperjuangan kehidupan tanpa menunggu belas kasihan. Mungkin, buat Marni belas adalah bius yang melenakan.
“Ibu Marni selalu semangat tidak pernah mengeluh. Rumahnya yang sudah tidak layak membuat kami hawatir akan keadaannya. Kami takut tiba-tiba rumah itu ambruk,” ujar Een, seraya menambahkan, Marni justru kerap menebar kebahagiaan dengan orang di sekitarnya.
Donasi untuk Marni
Een bersama Pokja Relawan Pandelang saat ini tengah mencoba menggalang bantuan untuk membuatkan rumah yang layak huni untuk Marni. Karena kondisi gubuk Marni sudah tak memungkinkan untuk ditempati.
Een mengajak seluruh unsur agar dapat berpartisipasi dalam kegiatan open donasi untuk pembangunan rumah Marni yang biayanya diperkirakan butuh Rp 10 juta.
“Terkait hal tersebut kami membutuhkan uluran tangan teman-teman untuk bisa ikut berdonasi menyisihkan sebagian rizkinya agar nenek Marni bisa tinggal di tempat yang lebih layak,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Een, pihaknya tengah menunggu hasil pengajuan bantuan dari Baznas Kabupaten Pandeglang.
“Rencananya minggu ini Baznas akan survei,” terang Een.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana
