Pada Tahun 1552, pengawasan Susuhunan Jati atas pemerintahan Maulana Hasanudin dilepaskan. Karena itu, dengan gelar Pangeran Hasanudin ia menjadi kepala pemerintahan yang berdiri sendiri. Maka sejak itu berdirilah Kerajaan Islam Banten. Pangeran Hasanudin sendiri dipandang sebagai raja Islam pertama di Banten.
Dalam perjalanannya, roda kekuasaan di Kesultanan Banten ini tak berjalan mulus. Intrik dan pengkhianatan yang dilatarbelakangi perebutan kekuasaan, mewarnai berlangsungnya Kesultanan Banten.
Dalam rubrik Babad Banten kali ini, Banten Hits mencoba mengulas beberapa peristiwa pengkhianatan yang terjadi di dalam Kesultanan Banten.
Sumber tulisan berasal dari “Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten; Sumbangan bagi Pengenalan sifat-sifat Penulisan Sejarah Jawa” yang ditulis Hoesein Djajadiningrat tahun 1983, seperti dikutip dalam Sejarah Kabupaten Tangerang yang disusun Tim Pusat Studi Sunda tahun 2004.
Peristiwa pengkhianatan yang paling terkenal dalam zaman Kesultanan Banten adalah pengkhianatan yang dilakukan oleh Sultan Haji kepada ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa.
Dengan bersekutu dengan kompeni, pada 17 April 1684, Sultan Haji atas persetujuan Gubernur Jenderal Kompeni berhasil merebut singgasana Sultan Banten dari ayahnya sendiri.
Atas jasa kompeni ini Sultan Haji mengadakan perjanjian pembagian soal batas wilayah kekuasaan Banten dengan Kompeni di sekitar Sungai Untung Jawa (Cisadane). Namun, “kerja sama” antara Sultan Haji dengan Kompeni inilah justru menjadi awal jatuhnya Kesultanan Banten ke tangan Kompeni.
Selain peristiwa pengkhianatan Sultan Haji, pengkhianatan yang cukup fenomenal dalam sejarah Kesultanan Banten dilakukan oleh Ratu Fatimah terhadap Sultan Banten Zainul Arifin yang memimpin Banten pada 1733 – 1750. Sultan Banten Zainul Arifin tak lain suami dari Ratu Fatimah sendiri.
Pengkhianatan yang dilakukan Ratu Fatimah kepada suaminya dilatarbelakangi perebutan kekuasaan. Saat itu, Pangeran Gusti, putera Sultan Banten dari isteri yang lain diangkat sebagai putera mahkota.
Ratu Fatimah tak menyetujui pengangkatan itu, karena dia menghendaki Pangeran Syarif Abdullah, menantu dari puterinya yang berasal dari suaminya yang dulu, untuk diangkat sebagai putera mahkota.
Dengan merekayasa Sultan Banten menderita sakit gila, Ratu Fatimah kemudian melaporkan kondisi itu ke Kompeni. Sultan Banten ditangkap, kemudian dibuang ke Ambon. Sebagai gantinya, Syarif Abdullah menjadi Sultan Banten pada tahun 1750.
Seperti halnya pengkhianatan Sultan Haji, pengkhianatan Ratu Fatimah juga telah menyebabkan berkurangnya wilayah kekuasaan Banten karena harus diserahkan kepada Kompeni sebagai balas jasa atau imbalan.(Rus)