Lebak- Sejumlah mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Kabupaten Lebak menduga adanya praktik kolusi dalam Pemilu 2019.
Dugaan itu mengarah pada penetapan pemenang lelang pengadaan alat kelengkapan pemilu 2019 di Kabupaten Lebak.
Hal itu diungkapkan mereka saat berunjuk rasa di depan kantor KPU Lebak, Jalan Abdi Negara Rangkasbitung, Kamis, 17 September 2020.
“Kami menduga ada praktik Kolusi. Ada dugaan perusahaan CV Wijaya Karsa sengaja diloloskan Pokja 2 yang ditunjuk UKPBJ tanpa verifikasi mendalam sesuai Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa,” kata korlap aksi, Nunu Ahmad kepada awak media.
Padahal kata Nunu, perusahaan tersebut berdasarkan SK Penetapan 027/734-TU/2018 masuk dalam daftar hitam Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang berlaku mulai dari tanggal 26 November 2018 sampai 26 November 2019.
Dugaan itu, kata Nunu, menguat saat pihaknya menelusuri situs LPSE dengan kode tender 3552098 dan kode RUP 18791524 dengan tanggal pembuatan 7 Desember 2018.
“Ada keteledoran dari pihak Pokja yang meloloskan perusahaan itu. Ada 9 peserta lelang, tapi pertanyaannya mengapa yang diloloskan adalah perusahaan yang baru sebulan diblacklist?” tanya Nunu.
Sekretaris KPU Lebak Tedi Kurniadi menegaskan, proses lelang dilakukan LPSE. Pada saat perusahaan tersebut diumumkan menjadi pemenang dalam pengadaan barang dan jasa di KPU Lebak, CV Wijaya Karsa belum di-blacklist LKPP RI. Setelah pekerjaan berjalan, baru keluar pengumuman bahwa perusahaan itu masuk dalam daftar hitam.
“Jadi, saat perusahaan itu mengikuti lelang belum ada pengumuman bahwa CV Wijaya Karsa di blacklist,”ungkap mantan Camat Kalanganyar Lebak ini.
Editor: Fariz Abdullah