Setop Saling Sindir Antar-Elit di Banten! Akademisi Unma: Publik Ingin Dialektika yang Produktif

Date:

Akademisi Unma Banten Eko Suprianto minta saling sindir antar-elit di Banten dihentikan
Akademisi Unma Eko Suprianto meminta saling sindir antar-elit di Banten dihentikan. Elit diminta fokus menyelesaikan pelbagai isu penting.(FOTO: Istimewa)

Serang – Perilaku elit di Banten yang saat ini tengah saling sindir di ruang publik melalui media massa, diyakini tidak akan melahirkan solusi untuk berbagai permasalahan di Tanah Jawara. Alih-alih solutif, “pertengkaran” gubernur versus DPRD malah mengabaikan isu penting.

“Padahal ada isu yang paling penting, yaitu kemiskinan, ketertinggalan, ketimpangan sosial ekonomi, dan rendahnya kualitas pendidikan. Publik juga berharap ada dialektika yang lebih produktif dan solusinya di antara elite-elite di Banten ini, apa pun posisinya,” kata Akademisi Universitas Mathlaul Anwar (Unma) Eko Suprianto melalui keterangan tertulis kepada Banten Hits, Senin, 23 April 2018.

“Lagi pula isu tersebut dari dula sampai sekarang tetapi tanpa adanya solusi, seperti tentang korupsi, penyelewengan dana hibah, penyalahgunaan wewenang,” terangnya.

Pemerintah Jangan Anti-Kritik

Eko mengibaratkan, kepemimpinan WH-Andika saat ini matahari belum tinggi, sinarnya pun belum menghangat, tapi keadaan mendadak gerah dan menyengat.

“Itulah yang terjadi ketika di tengah pemerintahan WH-Andika ribut-ribut tentang dana hibah. Menurut saya ini menarik, di satu sisi DPRD Banten (Komisi V) mengkritik keras terhadap kebijakan Gubernur Banten yang dianggap menghabiskan hibah hanya untuk kepentingannya. Gubernur dikesankan membalas kritik tersebut dengan membalas statement usut hibah sebelum-sebelumnya,” tutur Eko.

Di negara demokrasi, kritik terhadap kebijakan pemerintah sesuatu yang given dan wajar. Jika tidak ada kritik, justru akan menandai terjadinya absolutisme dalam kekuasaan di satu pihak. Yang lebih memprihatinkan adalah jika sebuah pemerintahan yang berkuasa alergi terhadap kritik, atau antikritik. Kritik yang dilakukan dengan benar dan tepat, serta bahasa yang terang dan jelas tentu akan menambah bobot dari kualitas kritik tersebut.

“Jika ini kritik DPRD, tentu jangan ditafsirkan berbeda seperti yang sekarang terjadi. Langkah Gubernur juga dianggap berkontribusi membuat kegaduhan baru di masyarakat. Sementara tujuan kritik nya belum tentu sampai atau mendapat respons yang diharapkan. Kritik yang baik adalah kritik yang tidak menjatuhkan atau menyerang, tapi justru harus memberi solusi terhadap permasalahan yang sedang berkembang. Sehingga produktif, tidak destruktif,” bebernya.

“Karena itu dengan adanya kritik akan terjadi mekanisme checks and balances terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Perlu diingat! Setiap kebijakan yang dihasilkan merupakan buah dari perdebatan atau transaksi gagasan dan ide yang intens dan serius dari pelbagai stakeholder dan pemangku kebijakan. Muaranya tentu terhadap kebijakan tersebut akan baik dan bermanfaat besar bagi masyarakat,” sambungnya.

Dana Hibah Harus Transparan

Menyoroti Dana Hibah Provinsi Banten 2018, Eko menyarankan, Pemprov Banten harus transparan dan jangan menutup-nutupi penyaluran dana tersebut. Hal ini menurutnya, sesuai dengan komitmen politik Gubernur dan Wakil Gubernur Banten dalam memberantas korupsi di Banten.

“Sudahlah, masyarakat Banten sudah bosan dengan dagelan-dagelan politik anggaran rakyat, baik itu untuk keuntungan materil, maupun keuntungan menggapai syahwat politik sekelompok orang. Jangan dipolitik lagilah dana masyarakat itu,” ungkap Eko.

Eko mengimbau kepada masyarakat dan penegak hukum agar mengawasi penggunaan dana hibah di Banten. Pasalnya, dana hibah rawan diselewengkan.

“Perlu dipahami, anggaran dana hibah dalam APBD sejatinya untuk menunjang capaian program pemerintah daerah yang diatur oleh Permendagri Nomor 14 tahun 2016,” jelas Eko.

Eko juga meminta kepada Gubernur Banten Wahidin Halim sebagai kepala daerah agar mencermati kembali perencanaan anggaran di Banten, khususnya terkait dana hibah yang rawan praktik korupsi. Kata dia, dana hibah dan bansos yang digelonggong dari APBD harus dilakukan selektif dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Banyak pejabat daerah yang menjadi tersangka korupsi karena penyalahgunaan dana hibah. Pengelolaan dana hibah di sejumlah daerah juga karut-marut, banyak yang tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 14 tahun 2016.Sayangnya, pada praktiknya sering menjadi bahan incaran dengan beragam modus, seperti mark up anggaran, pembentukan lembaga fiktif, hingga untuk keperluan yang tidak jelas,” tegasnya.(Rus)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related