Aktivis Anti-Korupsi Desak Mabes Polri Supervisi Kasus Mertua dan Menantu di Balaraja yang Dipenjara Polda Banten

Date:

Satgas Mafia Tanah Ditreskrimum Polda Banten
Satgas Mafia Tanah Ditreskrimum Polda Banten. (Foto: screen capture/ istimewa)

Tangerang – Mabes Polri diminta turun ke Banten memberikan supervisi terkait kasus dua warga Balaraja, DJ dan MY yang dipenjara Ditreskrimum Polda Banten sejak 4 Februari 2019 dengan sangkaan memalsukan surat akta jual beli yang diterbitkan 1981 silam.

Penahanan dua pria yang memiliki hubungan keluarga sebagai mertua dan menantu ini, diduga melanggar sejumlah aturan sehingga digugat praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang oleh kuasa hukum tersangka.

BACA JUGA: Penahanan Dua Warga Balaraja Diduga Langgar Sejumlah Aturan, Ditreskrimum Polda Banten Mangkir dari Sidang Praperadilan

“Mabes Polri harus turun tangan untuk melakukan supervisi terhadap Polda Banten, apakah penyelidikan dan penyidikan kasus mafia tanah sudah sesuai dengan KUHAP? Jangan samapai mengejar target kinerja lalu menggunakan kacamata kuda untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan hukum,” kata Direktur Eksekutif Lipkor Heri Heryanto dalam keterangan tertulis kepada BantenHits.com, Jumat sore, 29 Maret 2019.

“Sungguh sangat ironis sekali jika aparat penegak hukum melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” sambungnya.

Menurut Heri, pihaknya sangat mengapresiasi upaya pemberantasan mafia tanah yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam hal ini Polda Banten. Namun, upaya penegakan hukum harus tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah.

Semestinya, lanjutnya, Polda Banten melakukan penelusuran guna memastikan apakah pelapor benar sebagai ahli waris dan apakah lokasi objek yang dipermasalahkan sudah tepat atau belum.

“Harus diperiksa juga, apakah pelapor yang enam orang mengaku ahli waris itu kepemilikan hak atas tanahnya sudah benar dan belum?” ucapnya.

Direktorat Reserse Kriminal Umum atau Ditreskrimum Polda Banten mangkir dari sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan dua warga Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang melalui Kantor Hukum Law Office Syuqron & Partners di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

Menurut Rina, salah satu penasihat hukum DJ dan MY, tuduhan yang disangkakan kepada kliennya diduga cacat hukum karena telah kedaluwarsa. Pasalnya, penerbitan surat berupa akta jual beli yang dianggap palsu oleh penyidik terjadi pada 1981, sementara laporan baru dilakukan 2019, atau lebih dari 38 tahun. Hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 78 ayat 2 KUHP.

“Itu akta jual belinya dilakukan 3 April 1981,” jelasnya.

Selain laporan kedaluwarsa, Rina juga menyebut, penahanan DJ dan MY diduga melanggar putusan Mahkamah Konsitusi No. 21/PUU-XII/2014. DJ dan MY langsung ditahan padahal belum pernah diperiksa sebagai tersangka.

“Klien kami tidak pernah diperiksa sebelumnya menjadi saksi atau calon tersangka. Penyidik langsung menetapkan klien kami menjadi tersangka dalam perkara dugaan pelanggaran pasal 263,” jelas Rina.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Dua Parpol Pemilik Suara Besar di Banten Gelar Pertemuan Tertutup, Isyarat Koalisi Mencuat

Berita Banten - Partai Golkar dan Partai Gerindra yang...

Arahan Presiden Jokowi dalam Rakernas Kesehatan Nasional di Kabupaten Tangerang

Berita Banten - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri sekaligus...