Anggaran Kesehatan Provinsi Banten Belum Sesuai Amanat Undang-undang

Date:

Anggaran Kesehatan Banten
Pattiro menilai anggaran kesehatan yang dialokasikan Pemprov Banten masih sangat rendah. Dengan persoalan kesehatan yang dihadapi Banten, anggaran yang dialokasikan seharusnya bisa sesuai dengan perintah undang-undang. (Foto: Penderita gizi buruk di Kabupaten Pandeglang/Dok. Banten Hits)

Serang – Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Banten menilai, kebijakan anggaran yang dialokasikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk bidang kesehatan belum bisa terpenuhi.

Direktur Eksekutif Pattiro Banten Ari Setiawan mengatakan, sesuai amanat undang-undang, pemerintah harus mengalokasikan 10 persen dari APBD di luar gaji. Sayangnya, anggaran kesehatan yang dialokasikan Pemprov Banten pada tahun 2018 hanya 4,11 persen sudah termasuk gaji.

“Jika kita kurangi dengan gaji, maka hanya 3,98 persen, itu artinya masih jauh dari sekedar menjalankan kewajiban. Pemprov Banten masih harus berupaya lebih keras untuk menunaikan kewajibannya di bidang kesehatan,” kata Ari dalam keterangan tertulis, Senin (14/5/2018).

Padahal, persoalan kesehatan yang dihadapi Banten dinilai sangat pelik.Sebagai provinsi penyangga ibu kota, di tahun 2015 berdasarkan data dinas kesehatan masih ada ribuan bayi lahir dengan kondisi gizi buruk. Selain itu, kasus penyakit menular di Banten juga masih sangat tinggi dan mengancam kesehatan masyarakat.

“Tahun 2016 penyakit menular seperti diare, HIV, TB dan DBD masih 286.596 kasus, sementara anggaran yang disediakan pada tahun 2018 untuk pencegahan dan pengendalian penyakit hanya 0,08% dari total anggaran kesehatan,” ungkap Ari.

Pada tanggal 12 Mei 2018, Wahidin Halim (WH)-Andika Hazurmy genap satu tahun memimpin Banten. Menurut Ari, WH memang terlihat fokus pada persoalan kesehatan dengan berupaya mendorong kebijakan kesehatan gratis dengan menggunakan e-KTP. Walaupun dalam perjalanannya, upaya tersebut terbentur dengan beberapa persoalan, di antaranya persoalan regulasi yang tidak sejalan dengan regulasi yang sudah ada di pusat.

Sementara itu sambung Ari, masyarakat sudah menanti action dari mantan wali kota Tangerang tersebut untuk mendapatkan manfaat dari program unggulan saat kampanye 2017 lalu.

“Ini tentu jadi dilema, di satu sisi gubernur ingin merealisasikan janjinya di tengah ekspektasi masyarakat Banten yang tinggi dan ingin segera mendapatkan manfaat, namun di sisi lain masih harus berurusan dengan bentuk kebijakan teknokratis seperti apa yang harus dikeluarkan,” ujarnya.

Di tengah program kesehatan gratis dengan KTP yang tak kunjung selesai, masih banyak persoalan kesehatan dari aspek lain yang mengantre dan butuh perhatian serius, salah satunya terkait dengan infrastrukur kesehatan yang masih sangat timpang, di mana fasilitas kesehatan masih terpusat di wilayah Tangerang Raya.

Dari 78 jumlah rumah sakit di Banten, hampir 80 persen berada di Tangerang Raya. Begitupun dengan SDM di bidang kesehatan, sebaran dokter dan tenaga kesehatan 81 persen terfokus di Tangerang.

“Fasilitas kesehatan dan SDM kesehatan masih luput dari perhatian, bagaimana kita mau mendekatkan akses dan pemerataan layanan kesehatan di Banten, tapi dua aspek tersebut masih belum disentuh,” ucapnya mengingatkan.

Terakhir, masalah kesehatan seharusnya tidak hanya diintervensi melalui kebijakan kesehatan yang bersifat kuratif, tapi lebih dari itu harus diintervensi dengan kebijakan yang holistik.

“Mulai dari bagaimana kita mendorong perubahan gaya hidup ke arah lebih sehat dan menciptakan lingkungan yang mendukung hidup lebih sehat,” tutupnya.(Nda)

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related