Serang – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten membuat Standar Operasional (SOP) dan petunjuk teknis (juknis) yang mengatur secara khusus mengenai sistem, mekanisme, dan prosedur pengawasan ketenagakerjaan agar tidak menimbulkan potensi maladministrasi.
“Ketika kami melakukan kajian di Kota Cilegon, Tangerang, dan Kabupaten Serang, kami menemukan dugaan maladministrasi,” kata Kepala Ombudsman Banten Bambang Purwanto Sumo, saat memaparkan diseminasi hasil kajian cepat penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan, Selasa (10/7/2018).
Purwanto menyebut bahwa saat ini, pengawasan ketenagakerjaan di Provinsi Banten belum optimal. Hal ini dilihat dari masih banyaknya pelanggaran norma ketenagakerjaan, belum terpenuhinya hak-hak pekerja dan jumlah angka kecelakaan kerja tergolong yang masih tinggi.
Dari hasil kajiannya, Ombudsman menemukan sedikitnya 11 persoalan ketenagakerjaan, salah satunya tidak adanya integrasi data antara Disnaker provinsi dan Disnaker kabupaten dan kota serta tidak adanya kejelasan terhadap status laporan atau pengaduan yang ditangani.
“Ketika kewenangan pengawasan beralih ke provinsi pada tahun 2017-2018 lebih dari 50 persen Ombudsman menerima laporan dugaan maladministrasi, 35 persen diantaranya penundaan berlarut-larut, 22 persen tidak diberikan pelayanan dalam proses pengaduan oleh Disnaker provinsi,” papar Purwanto.
Ombudsman menyarankan agar Gubernur Banten Wahidin Halim membuat peraturan mengenai proses pengawasan ketenagakerjaan, khususnya dalam proses menindaklanjuti laporan dari masyarakat dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Selain itu, disnaker juga harus menyusun dan mengevaluasi program penggagasan secara berkala, berkesinambungan dan melaporkannya kepada gubernur,” saran Purwanto.(Nda)