Pandeglang – Pagi-pagi sekali Uhen Suhendi pergi ke kebun. Sesampainya di kebun, satu persatu anak tangga yang terbuat dari bambu Ia panjat untuk sampai ke puncak pohon Aren dan memetik bauhnya.
Setiap pagi, sebelum mengelola Buah Aren menjadi kolang-kaling aktivitas Uhen memang seperti itu. Buah Aren yang sudah di petik, kemudian ia rebus didalam sebuah drum di atas tungku untuk menghilangkan getahnya.
Selanjutnya, buah kolang-kaling direndam selama tiga hari sebelum di pipihkan untuk mendapatkan tekstur kenyalnya. Sebelum dijual kolang-kaling juga direndam selama dua hari.
“Nanti dulu ya sebentar, saya mau memetik Buah Aren dulu ke kebun,” ucapnya kepada Bantenhits dirumahnya, Sabtu, 4 Mei 2109.
Terletak di Kampung Katumbiri, Desa Katumbiri, Kecamatan Cigeulis Uhen bersama istrinya sudah 16 tahun menekuni usaha olahan buah Aren, berbekal keberanian ia mencoba merubah nasib yang pada waktu itu masih menganggur.
Ketika menjelang bulan suci Ramadhan, bisnis yang ia tekuni selama bertahun-tahun itu mulai di banjiri order dari berbagai daerah luar Banten seperti Jakarta dan Bogor. Pelanggan tetapnya itu, sudah beberapa kali meminta Uhen agar menyiapkan kolang-kaling hingga berton-ton.
“Sekitar 16 tahunan lah usaha ini. Awalnya dijual gitu aja di depan rumah, tapi sekarang banyak yang memesan dari luar daerah,” katanya.
“Kalo pesanan dalam daerah biasanya cuma 20 sampai 50 kilogram, kalau luar daerah mencapai 2 kwintal sampai 3 ton,”tambahnya.
Banyaknya permintaan pasar membuat produksi kolang-kaling menjelang Bulan Ramadhan meningkat cukup pesat, sehingga mampu mengurangi pengangguran di daerahnya.
“Banyak yang mesen kolang-kaling, jadi produksi nya banyak, terus tetangga yang nganggur bisa kebagian sedikit rezeki (kerjaan) lah,” ujar Suhendi.
Berkat kesuksesannya mengolah kolang-kaling, warga Kampung Katumbiri satu persatu mengikuti jejaknya. Setidaknya di Kampung tersebut sudah ada 3 pengelola makanan khas ramadhan itu.
“Disini ada 3 (Pengelola) awalnya saya yang ajak. Kata saya udahlah usaha ini aja dari pada menganggur,”ceritanya.
Editor: Fariz Abdullah