Jakarta – Listrik murah di Indonesia sebenarnya bisa terwujud. Salah satu caranya, PLN bersinergi dengan PGN untuk membangun infrastruktur dan menyediakan pasokan LNG di 52 pembangkit listrik PLN yang selama ini menggunakan energi fosil yang diimpor.
Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka PLN dapat menghemat biaya produksi listrik sebesar Rp 1,9 triliun pertahun sehingga harga listrik, terutama bagi golongan pelanggan rumah tangga tidak mampu 900 voltampere (VA), bisa jadi lebih murah.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto melalui keterangan tertulis kepada BantenHits.com, Sabtu, 22 Februari 2020.
Muyanto yang anggota Komisi VII DPR RI, menilai kerjasama PLN dengan PGN saat ini kurang maksimal. Masing-masing BUMN energi tersebut masih berjalan sendiri-sendiri, sehingga tidak tercipta sinergi yang menguntungkan bagi masyarakat.
Harusnya, kata pria dari daerah pemilihan Banten pada Pemilu 2019, kerjasama PLN dan PGN dalam hal pembangunan infrastruktur dan penyediaan pasokan LNG sebagai bahan baku produksi listrik PLN dilakukan sejak lama. Mengingat harga LNG sangat murah dan lebih ramah lingkungan.
“Ini merupakan langkah sangat strategis, karena akan mengurangi defisit transaksi perdagangan migas, menghemat devisa untuk pembayaran impor dan sekaligus akan merelaksasi kondisi keuangan PLN. Dan ujungnya masyarakat diuntungkan dengan harga listrik yang murah, alias tidak naik,” jelas Mulyanto.
“Karena itu pemerintah harus menjaga program ini secara konsisten. Bahkan program ini harus terus diperluas dan dikembangkan untuk titik-titik pembangkit PLN lain yang masih menggunakan bahan bakar fosil,” sambungnya.
Mulyanto menambahkan untuk mewujudkan rencana strategis tersebut PLN harus proaktif membuka komunikasi dengan pihak PGN dan Kementerian ESDM. PLN harus berperan sebagai pihak paling berkepentingan terciptanya infrastruktur jaringan gas ini.
“Dengan program ini, maka upaya mewujudkan listrik murah bagi rakyat menjadi sangat mungkin terlaksana,” tegas Mulyanto.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana