Digugat Rp 179 M Gara-gara Obral Aset Bank Banten ke BJB, Gubernur dan Ketua DPRD Banten Mangkir dari Persidangan

Date:

Ojat Sudrajat (duduk di tengah) saat hadiri sidang gugatan perbuatan melawan hukum Bank Banten di PN Serang. (BantenHits.com/ Mahyadi)

Serang – Gubernur Banten, Wahidin Halim alias WH dan Ketua DPRD Banten, Andra Soni, tidak hadir dalam sidang mediasi gugatan perbuatan melawan hukum terkait Bank Banten di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Kamis, 23 Juli 2020.

Wartawan BantenHits.com Mahyadi melaporkan, WH yang menjadi tergugat I dan Andra Soni sebagai tergugat II dalam perkara bernomor 90/Pdt.G/2020/PN Srg ini, sama-sama diwakili kuasa hukum.

Selain WH dan Andra Soni, direksi Bank Banten juga tak hadir dan juga diwakili kuasa hukumnya. Hanya direksi PT Banten Global Development (BGD) yang terlihat hadir di persidangan.

Ojat Sudrajat selaku penggugat menyayangkan tidak hadirnya Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam sidang mediasi. Pasalnya, banyak hal yang ingin disampaikan langsung kepada WH.

“(Gubernur Banten) tidak hadir lagi teleconference dengan presiden dan beberapa SKPD yang lain. Jadi mau bilang apa? Memang formalnya mengatur apabila ada kegiatan kenegaraan boleh (mangkir),” kata Ojat kepada awak media seusai sidang mediasi di PN Serang.

Tak hadirnya gubernur Banten, lanjutnya, membuat sidang mediasi belum final dan akan kembali dilanjutkan pada 6 Agustus 2020 untuk memastikan perkara ini dilanjutkan ketahap selanjutnya atau tidak.

“Tanggal 6 kami akan menyampaikan tertulis apa aja. Tadi hakim mediator meminta apa yang kami inginkan dituangkan secara tertulis dan nantinya akan dipelajari oleh pihak tergugat apakah ada titik temu atau tidak nantinya,” tegasnya.

Namun ia mengatakan secara lisan keinginan dirinya sudah disampaikan kepada hakim mediator, saat sidang mediasi berlangsung salah satunya masalah transparansi laporan keuangan.

“Kami nilai dan selalu kami kritik itu (soal transparansi keuangan). Intinya kinerja manajemen salah satunya yang ingin kami lakukan efesiensinya,” tegasnya.

Siap Terima Usulan Perdamaian

Asep Abdullah Busro Ketua Tim Pengacara Gubernur Banten dan Direksi Bank Banten mengatakan bahwa Gubernur Banten tidak hadir sidang mediasi karena ada agenda teleconference dengan Presiden Jokowi.

“Berkaitan koordinasi dan sosialisasi kebijakan pembentukan Satgas Covid-19 dan Program Pemulihan Ekonomi oleh pemerintah pusat,” katanya melalui rilis yang diterima BantenHits.com, Kamis 23 Juli 2020.

Meski WH tidak ada, kata Asep, hadirnya kuasa hukumnya dari unsur pengacara, Biro Hukum dan Kejaksaan Tinggi tersebut sudah mewakili Gubernur Banten dalam proses mediasi tersebut. 

“Demikian pula Pihak Direksi Bank Banten diwakili oleh kuasa hukumnya,” ucapnya.

Proses mediasi berjalan dengan baik dan tidak membahas berkaitan pokok perkara gugatan. Pelaksanaan mediasi ditunda sampai dengan tanggal 6 Agustus 2020 untuk memberikan kesempatan pihak penggugat menyampaikan resume yang berisikan saran dan usulan perdamaian secara tertulis.

“Menyikapi proses mediasi tersebut, kami dari Tim Pengacara Gubernur Banten dan Direksi Bank Banten pada prinsipnya menyambut baik dan mengapresiasi proses mediasi yang dipimpin oleh Hakim Mediator PN Serang,” terangnya.

Pihaknya juga mengklaim terbuka untuk menerima berbagai saran konstruktif dan usulan perdamaian yang hendak disampaikan oleh pihak Penggugat Ojat Sudrajat secara tertulis dalam proses mediasi di PN Serang tersebut. 

“Secara teknis kami akan menanggapinya setelah secara resmi menerima resume dan usulan perdamaian tertulis yang akan diserahkan Pihak Penggugat pada pelaksanaan mediasi mendatang,” pungkas Asep.

Legal opinion (LO) alias pendapat hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia soal Bank Banten. (Istimewa)

Obral Aset Bank Banten ke BJB

Gugatan yang dilayangkan Ojat ini sebetulnya bukan gugatan baru, melainkan versi revisi atas gugatan sebelumnya bernomor 70/Pdt.G/2020/PN Srg yang dicabut pada saat sidang perdana digelar, Rabu, 24 Juni 2020.

Penggugat beralasan mencabut gugatan untuk memasukan bukti dan fakta hukum baru. Karena berdasarkan aturan hukum acara, gugatan yang telah masuk tak bisa direvisi, akhirnya penggugat memilih mencabut gugatan dan mendaftarkan gugatan baru.

Selain memasukkan bukti dan fakta hukum baru, dalam gugatan kali ini penggugat hanya seorang diri. Padahal, sebelumnya selain Ojat ada dua penggugat lainnya, yakni Ahmad Ikhsan dan Agus.

Komposisi tergugat pun berubah karena hanya ada tiga pihak yang jadi tergugat, yakni direksi Bank Banten sebagai tergugat I, Gubernur Banten sebagai tergugat II, dan Ketua DPRD Banten sebagai tergugat III.

Selain itu ada juga pihak yang jadi turut tergugat, yakni Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten, Direksi PT Banten Global Development, dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Provinsi Banten.

Dalam ringkasan petitum, penggugat di antaranya meminta majelis hakim memerintahkan kepada tergugat I, tergugat II dan tergugat III untuk mengganti kerugian imateriil sebesar Rp 179 miliar. Nilai tersebut berupa potensi kerugian atas tindakan dengan sengaja melakukan penjualan aset berupa kredit ASN Pemprov Banten.

Penggugat menduga penjualan aset Bank Banten yang semula menggunakan cessie juga berubah menjadi penjualan aset, karena tidak adanya akta otentik atau akta di bawah tangan dari PNS Pemprov Banten tentang pengalihan utangnya ke Bank BJB. Yang ada saat ini hanya surat kuasa pemotongan gaji.

Menurut penggugat, Bank Banten diduga telah menjual asetnya kepada Bank BJB. Aset yang diduga dijual adalah berupa kredit ASN Pemorov Banten, di mana atas 2.500 debitur yang diduga nilainya sebesar Rp 509M hanya dinilai sebesar Rp 330M dan diduga dananya sudah diterima sebesar Rp 199M.

“Sehingga diduga ada potensi kerugian sebesar Rp 179 M,” terang Ojat.

Selain itu, penggugat juga memiliki bukti bahwa atas piutang PNS Pemprov Banten yang sebelumnya di Bank Banten diminta membuat surat Kuasa Pemotongan Gaji kepada Bank BJB KCK Banten, yang diduga diketahui oleh Bendahara Pengeluaran dan Kepala Biro atao Kepala Dinas di masing – masing OPD.

Penggugat menduga saat ini masih ada proses yang sedang berlangsung untuk 6,000 debitur PNS Pemprov Banten yang diduga juga akan dijual oleh Bank Banten ke Bank BJB termasuk para anggota DPRD Provinsi Banten.

Direktur Bank Banten Kemal Idris kepada BantenHits.com mengakui pihaknya telah menjual kredit ASN di Bank Banten. Dari rencana menjual kredit senilai Rp 800 miliar, namun baru terjual kredit senilai Rp 500 miliar.

Kemal tak menyebutkan berapa nilai hasil penjualan kredit ASN di Bank Banten tersebut.

“Rencana dijual (kredit senilai) Rp 800 M, namun penjualan dan penerimaan dilakukan secara bertahap karena perlu ada proses verifikasi dokumen,” kata Kemal, Rabu, 22 Juli 2020.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related