Duit Rakyat Rp 10 M Pernah Diduga Menguap di ‘Sekolah Helikopter’, Sekarang Pemprov Banten Bangun Sekolah Lagi Pakai Utang

Date:

Lokasi SMKN 7 Tangsel berada di belakang tanah kosong yang dipagar besi berwarna hijau. (BantenHits.com)

Serang – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, anggarkan pembangun unit sekolah baru (USB) dan penyediaan pulsa bagi pelajar SMA, SMK dan SKh dari dana pinjaman daerah yaitu Rp 4,9 triliun.

Dari informasi yang dihimpun BantenHits.com, anggaran untuk pembangunan USB pendidikan SMA yaitu sekitar Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah) atau 0,93 persen dari nilai dana pinjaman daerah.

Kemudian, untuk pembangunan USB pendidikan SMK yaitu sekitar Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah) atau 0,93 persen dari nilai dana pinjaman daerah.

Sementara, untuk pembangunan USB pendidikan SKh yaitu kisaran Rp 12.000.000.000 (dua belas miliar rupiah) atau 1,40 persen dari nilai dana pinjaman daerah.

Sedangkan, untuk penyediaan pulsa terhadap pembelajaran online bagi pendidikan SMA, SMK dan SKh di KCD Dikbud Provinsi Banten selama pandemi Covid-19 yaitu sekitar Rp 13.800.000.000 (tiga belas miliar delapan ratus juta rupiah) atau 1,61 persen dari nilai dana pinjaman daerah.

Pembangunan USB Dipaksakan?

Pemerhati Pendidikan di Banten, Ojat Sudrajat saat memberikan keterangan pers dalam sebuah acara. (Istimewa)

Menanggapi hal tersebut. Pemerhati pendidikan Banten, Ojat Sudrajat berpendapat, dari postur anggaran itu khususnya untuk Dindikbud ada yang terkesan dipaksakan. Sebab untuk pembelian lahan dan USB tempo waktu tahun anggaran 2020 hanya sekitar 4 bulan.

“Dan untuk pulsa jadi terkesan seperti pemadam kebakaran serta nutupin statement dari Gubernur (Wahidin Halim, red) yang menyatakan bahwa Bosda Banten bisa untuk pembelian pulsa,” kata Ojat saat dihubungi BantenHits.com, Senin, 17 Agustus 2020.

Ojat menuturkan, jika untuk pembelian pulsa atau kuota internet baru dianggarkan dalam skema pemulihan ekonomi nasional (PEN) melalui dana pinjaman, dirinya sangat mengapresiasi walaupun ini terkesan seperti pemadam kebakaran.

“Artinya pemadam kebakaran, bagaimana caranya supaya mengamankan statement pak gubernur (Wahidin Halim, red) itu sendiri agar tidak dianggap pembohongan publik atau berita hoax,” tegasnya.

Selain itu, Ojat mempertanyakan dasar hukumnya? Apakah ini masuk ke dalam program pendidikan gratis atau menggunakan Pergub Nomor 31 Tahun 2018 atau belanja umum?.

Ia mengatakan, kalau memang menggunakan Pergub tersebut, seharusnya dijelaskan. Karena pendidikan gratis dasarnya jumlah siswa. Kalau memang dasarnya jumlah siswa, juga dialokasikan jumlah dasarnya adalah guru honorer.

“Nah ini juga kontradiksi. Dasar hukumnya yang diapaki yang mana? Jangan sampai dana Bosda-nya yang sudah dialokasikan dasarnya jumlah guru. Kalau menurut saya tidak ada payung hukumnya,”

Seharusnya, tegas Ojat, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten melihat dari Pergub 31/2018 yang sudah jelas payung hukumnya dalam penyusunan Bosda itu seperti dilakukan di tahun 2019. Artinya tidak hanya dua item. Sebab, di tahun lalu hampir seluruh item ter-cover termasuk untuk belanja kaos olahraga dan sebagainya.

“Kalau penganggarannya seperti tahun lalu artinya direfocussing dan itu bisa dialihkan anggarannya ke kabupaten/kota. Ini mah seolah-olah cari anggaran baru,” tegasnya.

Ojat menduga, dalam penyusunan anggaran terkesan tidak ada kesamaan persepsi antar pejabat di lingkungan Pemprov Banten. Sebab tidak sesuai dengan pernyataan Gubernur Banten (Wahidin Halim) bahwa dana Bosda itu bisa digunakan untuk pembelian kuota.

“Ini ada dugaan bahwa kebutuhan jumlahnya tidak berdasarkan jumlah siswa lagi. Seharusnya itu tuntaskan dulu. Makanya saya gugat sekarang dan itu laporannya sudah masuk ke pengadilan negeri (PN),” ungkapnya.

Sekolah Helikopter

Aktivis Anti-Korupsi di Banten, Uday Suhada mendatangi KPK untuk menanyakan penanganan kasus pengadaan lahan SMA/SMK Negeri di Banten dan pengadaan Komputer UNBK di Banten. (Istimewa)

20 Desember 2018, Aktivis Anti-Korupsi di Banten yang juga Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di Banten.

Dugaan korupsi terjadi pada pengadaan tanah SMK/SMA dan Pengadaan Komputer UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) pada tahun anggaran 2017-2018 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten.

Kerugian pada kegiatan tersebut disebut mencapai lebih Rp 21 M, yakni Proyek Pengadaan Komputer APBD 2017-2018 dan Proyek Pembebasan Sembilan Titik Lahan untuk Membangun USB SMKN dan SMAN melalui APBD 2017 di Dinas Pendidikan Banten.

Laporan Uday membuat geger publik di Banten karena diduga menyeret orang-orang berpengaruh yang berada di lingkaran kekuasaan.

Hampir dua tahun sejak dilaporkan, Uday Suhada, kembali mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta, Kamis, 25 Juni 2020.

Uday yang menjadi pelapor dalam kasus tersebut, mendatangi KPK untuk menanyakan kasus yang dilaporkannya itu.

BantenHits.com pernah melakukan penelusuran terhadap satu dari sembilan proyek pengadaan lahan sekolah baru, yakni SMKN 7 Kota Tangsel.

Sekolah ini dijuluki ‘Sekolah Helikopter’ karena tak memiliki akses masuk. Gedung baru SMKN 7 Kota Tangsel berada tepat di ujung perkampungan. Sebelah barat berbatasan langsung dengan tembok Komplek Bintaro. Sementara sisi selatan berderet rapat rumah warga yang tak menyisakan celah sama sekali.

Ruang terbuka yang menghadap ke sekolah hanyalah dua bidang tanah kosong di bagian timur dan utara. Namun, sejak gedung SMKN 7 dibangun, pemilik memilih menutup lahan dengan pagar besi dan seng. Praktis, sekolah pun terisolir.

Akses ke Sekolah Hanya Celah

Akses utama menuju SMKN 7 Tangsel hanya celah selebar kurang lebih 1 meter. (BantenHits.com)

Saat BantenHits.com mengunjungi sekolah tersebut, Senin, 22 Juli 2019, warga di Jalan Cempaka Raya sudah mewanti-wanti soal ketiadaan akses ke SMKN 7 Tangsel.

“Mendingan parkir di sini aja, Pak. Itu anak sekolah juga parkirnya di situ,” kata salah seorang warga yang tengah berkumpul di sekretariat sebuah ormas di sekitar halaman PAUD Masjid Nurul Iman, tempat BantenHits.com memarkirkan kendaraan.

“Susah, Pak. Gak ada jalan. Enggak tahu gimana. Kayanya masih belum kelar,” tambah warga tadi dengan logat Betawinya.

Dari parkir Masjid Nurul Iman, hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit berjalan kaki untuk tiba di depan SMKN 7 Kota Tangsel. Dan ternyata, apa yang disampaikan warga memang benar adanya. Gerbang utama sekolah hanyalah sebuah celah selebar satu meter. Celah yang digunakan pun merupakan bagian dari lahan kosong yang dipagar.

Tempat Warga Buang Sampah

Ketua RW 003 Ahmad Sena kepada BantenHits.com mengatakan, jauh sebelum sekolah dibangun, warga sekitar sudah mengusulkan supaya pihak sekolah membangun akses jalan.

“Tapi ya namanya kita orang kecil. Gak didengar. Itu kan urusan pejabat,” kata Ahmad.

“Sekarang puyeng pala liatinnya. Sekarang katanya mau dibangun lagi itu sekolah, mau naro di mana matrialnya. Mau lewat mana? Udah gitu ini sekolah negeri. Harusnya direncanakan,” sambungnya.

Ahmad menjelaskan, lahan tempat dibangun SMKN 7 Tangerang adalah milik seseorang yang dikenalnya dengan sebutan Suyudi. Lahan tersebut hanya dibiarkan oleh pemilik hingga akhirnya jadi tempat warga buang sampah.

“Itu dulu tanah mertua saya. Haji Sadi. Dia itu Engkongnya Saripudin Sekcam, bekas lurah sini, lalu dijual ke Pak Suyudi,” ungkapnya.

“Ya iyah itu (lahan) dulunya tempat buang sampah,” tambahnya.

Meski mengetahui riwayat tanah tersebut, Ahmad mengaku tak tahu menahu cerita jual beli antara pemilik lahan dengan Pemerintah Provinsi Banten.

Soal lahan tersebut merupakan tempat buang sampah, juga disampaikan warga lainnya, pemilik warung nasi tepat di gang pertama menuju ke SMKN 7 Tangsel.

“Baru masuk ajaran ini (ditempati). Tadinya katanya pindahan. Itu (lahan) tempat buang sampah tadinya,” kata ibu pemilik warung yang enggan menyebutkan namanya.

Duit APBD Banten Rp 10 M Diduga Menguap

Dalam dokumen yang dimiliki BantenHits.com, disebutkan, Lahan SMKN 7 Tangsel terletak di antara Jalan Cempaka III, RT 002/003 dan Jalan Punai I, RT.007/008, Bintaro Jaya, Sektor II, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.

Pemilik Tanah seluas 6.000 meter
persegi tersebut bernama Sofia M. Sujudi Rassat, SH dengan alamat Jalan Salemba
Tengah, No.16, RT.001/005, Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.

Dalam dokumen Nilai ganti rugi (NGR), tanah tersebut dibayar Pemprov Banten Rp 2.997.000 per meter atau total Rp 17.982.000.000 yang tertuang dalam SP2D dan ditransfer oleh Dinas Pendidikan kepada rekening bank BCA KCP Tanah Abang 2 Nomor: 6540068397 milik Kuasa Pemilik Tanah bernama Agus Kartono.

“Hal ini sudah melanggar aturan. Sebab yang berhak menerima uang tersebut adalah pemilik tanah,” demikian tertulis dalam dokumen.

Dana tersebut kemudian dicairkan oleh oknum di Dinas Pendidikan Provinsi Banten bersama Agus Kartono. Namun dana yang diterima oleh saudara Agus Kartono hanya Rp.10.589.063.000 seperti terlampir dalam kuitansi.

Kemudian saudara Agus Kartono memberikan uang kepada pemilik tanah Sofia M. Sujudi Rassat, SH sebagaimana yang tertera dalam kuitansi tertanggal 29 Desember 2017 hanya Rp 7.300.000.000. Artinya, dari uang sebesar Rp17.982.000.000 terbagi ke dalam tiga bagian. Pertama diterima oleh pemilik tanah Rp 7,3 M, kedua dipegang saudara Agus Kartono sebesar Rp 3,2 M; sedangkan sisanya uang sebesar Rp 7, 3 tidak jelas keberadaannya.

Selain soal ganti rugi yang diduga jadi bancakan, dokumen investigasi itu juga menyebut soal jangka waktu perencanaan pengadaan lahan yang tidak memadai. Sebab proses pengadaan lahan/tanah untuk pembangunan sembilan mnit sekolah baru (USB) SMAN/SMKN TA 2017 hanya dilaksanakan kurang lebih dua bulan.

Bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak membuat dokumen Kerangka
Acuan Kerja (KAK) Pengadaan Tanah untuk Pembangunan USB SMAN dan SMKN
TA 2017.

Bahwa KAK Jasa Konstruksi Appraisal diberikan kepada Tim Appraisal setelah
proses pekerjaan selesai.

BantenHits.com berupaya mengonfirmasi temuan ini ke sejumlah pejabat terkait di Provinsi Banten namun tak direspons. Bahkan, hingga setahun sejak dipublikasikan, tak ada penjelasan resmi pihak terkait.

BantenHits.com juga masih mengupayakan penjelasan resmi juru bicara KPK Ali Fikri terkait perkembangan laporan yang dilakukan Desember 2018 ini.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

  • Mursyid Arifin

    Pria kelahiran Cihara, Kabupaten Lebak ini, dikenal aktif berorganisasi. Sejak sekolah hingga kuliah, jabatan strategis dalam organisasi pernah diembannya. Mursyid dikenal memiliki daya juang dan dedikasi tinggi dalam pekerjaannya.

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related