Pandeglang – Seorang kakek renta terpaksa tinggal di sebuah gubuk berukuran 2×2 meter di belakang kantor Desa Kertajaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang.
Adalah Masrip (57) kakek sebatang kara yang hidup di bawah garis kemiskinan. Masrip baru dua bulan mengisi gubuk tersebut, karena selama ini dia tinggal tidak menetap.
Pria yang tak lancar berbicara ini menjelaskan, saat pindah ke belakang kantor desa, dia dibuatkan gubuk oleh warga sekitar.
“Di sini baru dua bulan, karena pindah-pindah saja, menumpang tinggal ke rumah warga di Desa Kertajaya,” kata Masrip kepada BantenHits.com, Jumat 19 Maret 2021.
Pria kelahiran Cigorondong, Sumur ini mengalami disabilitas sejak umur 4 tahun, sehingga kesulitan berbicara dan berjalan kaki. Dia juga tidak memiliki anak dan istri.
Meski demikian, Masrip tidak menyerahkan semuanya pada takdir, dia terus berusaha bertahan hidup dengan cara mencari rongsokan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Selama ini saya mulung rongsokan terus dijual, paling juga sehari dapat uang Rp10 ribu. Kalau dibilang cukup, ya enggak cukup,” ujarnya.
Hidup di bawah garis kemiskinan dan penyandang disabilitas, Masrip luput dari perhatian pemerintah. Pasalnya, selama ini dia tidak pernah mendapat bantuan, karena tidak memiliki KTP.
“Kalau bantuan dari pemerintah mah belum pernah dapat, karena katanya enggak memiliki KTP. Tapi saya dulu pernah bikin (Perekaman) di Kecamatan, tapi KTP saya enggak jadi-jadi,” jelasnya.
Beruntung ada warga yang peduli dengan kondisi Masrip, sehingga dia tidak kesulitan mendapat makan.
“Kan hasil mulung itu cuma Rp10 ribu, buat makan juga enggak cukup. Paling suka dibawakan makan oleh orang sini, ” pungkasnya.
Sementara Jumiyati warga sekitar menjelaskan, sebelum tinggal di samping rumahnya, Masrip tinggal di sebuah gubuk di Kampung Cinibung. Saat itu dia ingin pindah ke sini, agar ada yang merawat.
“Tadinya di Kampung Cinibung, Kertajaya. Sama di sana juga tinggal di gubuk, terus ingin pindah ke sini, karena kan kenal, terus dibikinkan oleh suami dan warga,” katanya.
Jumiyati mengaku kerap melarang Masrip agar berhenti mengambil rongsokan, karena khawatir terjadi apa-apa. Mengingat kondisinya sudah tua dan penyandang disabilitas.
Akan tetapi, Masrip tidak pernah mengindahkan larangan tersebut, dia terus mengambil rongsokan.
“Sudah dilarang ngambil rongsokan, karena kan cape, tapi tatap saja, katanya kalau enggak engambil rongsokan nggak bisa jajan,” tutupnya.
Editor : Darussalam Jagad Syahdana