Polisi Tersudut? Ini Keterangan Saksi Fakta dan Saksi Ahli dalam Sidang Praperadilan Kasus INOAC yang Sebut-sebut SBY dan Moeldoko

Date:

Sidang Praperadilan penetapan tersangka kasus INOAC di Pengadilan Negeri Tangerang dengan pemohon Thomas dan Meriana. Sementara yang menjadi termohon dalam perkara ini Polda Banten. (BantenHits.com/ Hendra Wibisana)

Tangerang – Sidang praperadilan penetapan tersangka Thomas Susanto dan Meriani dalam kasus kasur dan bantal mereka INOAC digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Kamis, 23 Desember 2021.

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim PN Tangerang, Emy Tjahjani Widiastoeti, SH, M Hum yang menjadi hakim tunggal dalam perkara tersebut, mengagendakan pemeriksaan saksi fakta dan saksi ahli pidana.

Saksi ahli pidana yang dihadirkan dalam sidang adalah Dr. Dwi Seno Widjanarko, SH, MH dari Universitas Bhayangkara Jaya. Sementara, saksi fakta yang dihadirkan adalah saudari Endang.

Penetapan Tersangka dan SPDP

Saksi ahli pidana dalam sidang menyatakan,
penetapan tersangka yang dilakukan dengan proses hukum yang melanggar hukum acara pidana, akan menyebabkan penetapan tersangka cacat hukum pula.

“Karena penetapan tersangka adalah kesatuan dari “due process of law” dengan proses penyidikan. KUHAP dibuat untuk menegakkan HAM dan Hak Konstitusional warga negara di mana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 mengenai kepastian hukum yang adil. Sehingga dalam penegakan hukum ada hukum acara pidana yang wajib dilakukan oleh penyidik tanpa melanggar HAM,” terang Dwi Seno.

Dwi Seno juga merespon pertanyaan advokat Alfan Sari, SH, MH dari LQ Indonesia Lawfirm sanksi apabila penyidik menegakkan hukum dengan melanggar KUHAP.

“Penyidik wajib menegakkan hukum sesuai Hukum Acara Pidana. Kata wajib berarti tidak boleh tidak. Sanksinya apabila tidak melakukan sesuai Hukum Acara Pidana diatur di pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan wewenang dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan,” tegasnya.

Sementara itu, saksi Fakta Endang mengatakan, advokat Hamdani, SH, MH dari LQ Indonesia Lawfirm ke kepolisian Resort Kota Tangerang dan Kejaksaan negeri Kota Tangerang dan menyaksikan bahwa keterangan yang didengar adalah Kepolisian tidak pernah memberikan SPDP kepada Thomas dan Meriana sebagai tersangka kasus INOAC dalam jangka waktu tujuh hari setelah penetapan.

Menurut Endang, berdasarkan penjelasan dari petugas PTSP di Kejari Tangerang bernama Angel, kejaksaan tidak pernah menerima SPDP dalam waktu tujuh hari. Yang diterima hanyalah Surat Penetapan Tersangka.

Seluruh keterangan petugas Kejari tersebut, kata Endang, direkam untuk bukti persidangan. 

Seusai sidang, advokat Alfan Sari, SH, MH menegaskan Pasal 109 ayat 1 jo Putusan MK 130 dengan jelas menyebutkan Penyidik Wajib memberikan SPDP paling lambat tujuh hari setelah keluar Sprindik tanggal 8 April 2021.

Sementara dalam kasus Thomas dan Meriana, penyidik baru menyerahkan SPDP di Nopember 2021, jauh setelah tenggat tujuh hari yang ditetapkan undang-undang.

“Kata wajib, berarti harus dilakukan oleh penyidik. Ahli Pidana sudah menjelaskan bahwa akibat hukum dari tidak diberikannya SPDP dalam jangka waktu 7 hari adalah penyidikan dan “due process of law” cacat hukum formiil dan mengakibatkan penetapan tersangka tidak sah,” tegasnya.

Saling Bentak

Sidang yang semula khidmat mendengarkan kesaksian saksi ahli dan saksi fakta ini tiba-tiba berubah menegangkan setelah pengacara, saksi ahli dan Bidang Hukum Polda Banten yang jadi termohon dalam gugatan itu terlibat saling bentak.

Majelis Hakim PN Tangerang, Emy Tjahjani Widiastoeti, SH, M Hum yang menjadi hakim tunggal yang memeriksa perkara tersebut, berkali-kali harus mengetukkan palu dan meminta para pihak bisa menahan diri.

“Kami mohon semua pihak harus bisa menjaga emosi. Ini agendanya pemeriksaan saksi ahli. Jika tidak setuju tuliskan dalam kesimpulan,” kata Emy.

Setelah saling bentak mereda, saksi ahli Dr. Dwi Seno Widjanarko, SH, MH dari Universitas Bhayangkara Jaya bahkan meminta Bidkum Polda Banten menghargai profesi dirinya sebagai dosen yang hadir sebagai ahli di persidangan.

“Saudara AKBP, Bidkum tolong hargai profesi saya selaku dosen. Saya jawab normatif sesuai keahlian saya,” kata ahli

Pantauan wartawan BantenHits.com, Hendra Wibisana, aksi saling bentak bermula ketika Bidang Hukum Polda Banten, meminta saksi ahli Dr. Dwi Seno Widjanarko, SH, MH dari Universitas Bhayangkara Jaya menjelaskan soal definisi dan jenis-jenis delik aduan dalam pidana.

Soal delik aduan menjadi kunci dalam sidang ini, karena sebelumnya pengacara pemohon praperadilan dari LQ Indonesia Law Firm mendalilkan, dalam perkara delik aduan harus pihak yang merasa dirugikan langsung yang menjadi pelapor.

Mereka mencontohkan yang dilakukan SBY saat menjabat presiden dan juga KSP Moeldoko, di mana mereka langsung menjadi pelapor dan tidak menguasakan ke pengacara.

Diketahui pada tanggal 5 Februari 2018, Presiden Rl ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah datang langsung ke Bareskrim Polri untuk melaporkan terkait adanya
fitnah dan pencemaran nama baik atas dirinya sebagaimana Pasal 27 UU lTE.

Begitu juga pada 10 September 2021, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko juga melakukan hal yang sama saat melaporkan dua peneliti ICW terkait adanya fitnah dan pencemaran nama baik atas dirinya sebagaimana Pasal 27 UU lTE. Moeldoko saat itu langsung datang ke kepolisian.

Sementara dalam kasus penetapan tersangka Thomas Susanto dan Meriani, diketahui pelapornya adalah Radius Simamora, SH. Laporan Radius dituangkan dalam Nomor: LP/1324/K/XI/2020/Resta Tng tanggal 16 Nopember 2020.

Hasil penelusuran LQ Indonesia Law Firm, berdasarkan company profile yang terdapat di Dirjen AHU PT INOAC POLYTECHNO terdaftar dalam Akta perubahan Notaris Nomor 84 tanggal 15 Agustus 2019 oleh Notaris Hannywati Gunawan, SH di Jakarta.

Data tersebut menyebutkan secara jelas susunan pemegang saham, susunan direksi, hingga susunan Komisaris PT INOAC POLYTECHNO.

Karena Nama Radius Simamora, SH sebagai pelapor tidak tercantum dalam susunan pengurus PT INOAC, pengacara menyebut Radius sebagai pelapor bukan orang yang memiliki kepentingan atau legal standing sebagaimana yang dimaksud dalam delik aduan karena bukanlah korban dan pihak yang dirugikan.

Sidang praperadilan pidana akan kembali dilanjutkan Jumat ini, 24 Desember 2021 dengan agenda mendengarkan kesimpulan para pihak. Sesuai agenda, sidang ini akan diputuskan pada Senin, 27 Desember 2021.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Dua Parpol Pemilik Suara Besar di Banten Gelar Pertemuan Tertutup, Isyarat Koalisi Mencuat

Berita Banten - Partai Golkar dan Partai Gerindra yang...

Arahan Presiden Jokowi dalam Rakernas Kesehatan Nasional di Kabupaten Tangerang

Berita Banten - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri sekaligus...