Paket Korupsi di Banten Kini Makin Lengkap; Sektor Agama, Kesehatan, Pendidikan, Infrastruktur, hingga Kesenian

Date:

Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea dan jajaran saat ekspose pengungkapan dugaan korupsi Dana Hibah Dewan Kesenian Banten (DKB) 2017. Dengan pengungkapan ini ‘paket’ korupsi di Banten kini makin lengkap. Sebelumnya dugaan korupsi pada sektor agama, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur telah diusut. (BantenHits.com/ Mahyadi) 

Serang – Penetapan tersangka Ketua Dewan Kesenian Banten 2015 – 2019 Chavchay Saefullah sebagai tersangka dugaan korupsi dana hibah Pemprov Banten 2017 cukup mengejutkan.

Pengungkapan dugaan korupsi di dunia Kesenian ini seolah melengkapi paket korupsi di Banten, di mana sebelumnya dugaan korupsi telah diungkap di pelbagai sektor seperti agama, pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur. Berikut catatan BantenHits.com:

1. Korupsi Dana Hibah Pondok Pesantren

Kasus ini diungkap Kejati Banten pada 2021 lalu dan saat ini sudah masuk proses persidangan. Lima orang telah jadi terdakwa, dua di antaranya pejabat Pemprov Banten.

Mereka adalah Irvan Santoso, mantan Kabiro Kesra Pemprov Banten dan Toton Suriawinata, mantan Kabag Sosial, Agama di Biro Kesra Banten, Epieh Saepudin selaku pimpinan pondok pesantren di Pandeglang, Tb Asep Subhi pimpinan Ponpes Darul Hikam Pandeglang, dan Agus Gunawan selaku honorer di Biro Kesra.

Saat pembacaan dakwaan Rabu, 8 September 2021Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten mendakwa lima terdakwa kasus korupsi dana hibah pondok pesantren di Banten pada 2018 dan 2020 telah melakukan korupsi dan merugikan negara senilai Rp 70 miliar.

Kerugian ini berasal dari penyaluran hibah tahun 2018 senilai Rp 66 miliar dan di 2020 senilai Rp 117 miliar.

2. Korupsi Pengadaan Komputer UNBK

Pemprov Banten melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten pada Tahun Anggaran 2018, melakukan pengadaan 1.800 komputer UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) untuk SMA/SMK Negeri se-Banten.

Biaya pengadaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banten tahun 2018 senilai Rp 25 miliar.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah menetapkan empat tersangka dugaan korupsi pengadaan komputer UNBK ini.

Dua dari empat tersangka tersebut merupakan pejabat Pemprov Banten, yakni Engkos Kosasih, mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan Ardius Prihantono, Sekretaris Dinas Perpustakaan Daerah Banten yang saat kejadian menjabat kuasa pengguna anggaran (KPA) dan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas Pendidikan Provinsi Banten.

Tersangka lainnya adalah Ucu Supriatna dari pihak swasta. Saat rilis Februari 2022 lalu, Kejati Banten menyebut Ucu Supriatna dari vendor atau supplier pengadaan komputer dari PT CAM.

Padahal, berdasarkan e-purchasing atau Katalog Elektronik Pemerintah, penyedia hampir 2.000 komputer UNBK itu adalah PT. Astragraphia Xprins Indonesia. Hal tersebut telah diakui Direktur PT Astragraphia Xprins Indonesia, K. Teguh Santoso kepada BantenHits.com.

Yang paling mutakhir, Kejati Banten menetapkan Direktur Utama PT Astragraphia Xprins Indonesia berinisial SMS sebagai tersangka keempat.

3. Korupsi Pengadaan Masker

Proyek pengadaan masker sebanyak 15.000 pcs ini menelan biaya Rp3,3 miliar. Pada proses pengadaan PT. RAM melakukan markup harga, masker yang dibeli Rp88 ribu dijual ke Dinkes Banten dengan harga Rp220 ribu.

Pembayaran masker oleh Dinkes Banten kepada PT RAM dilakukan tiga tahap melalui rekening. Tahap pertama 19 Mei 2020 sebesar Rp 1,7 miliar, kedua tanggal 20 Mei 2020 sebesar Rp 725 juta, dan tahap ketiga Rp862 juta.

Usai pembayaran, BPKP Banten menemukan adanya kelebihan pembayaran dari kegiatan pengaadaan tersebut yang berpotensi kerugian keuangan negara sebesar Rp1,6 miliar.

Kasus ini sudah masuk proses persidangan dengan terdakwa sebanyak tiga orang yakni, Lia Susanti, pejabat Dinkes Banten; Direktur PT Right Asia Medika (RAM), Wahyudin Firdaus; dan makelar proyek Agus Suryadinata.

4. Korupsi Pembangunan UPT Samsat Malingping

Kasus ini telah diputuskan Pengadilan Tipikor Serang pada 2021 lalu. Mantan Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Samsat Malingping, Samad yang menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis 6,5 tahun penjara.

Kasus pengadaan lahan gedung baru Samsat Malingping terjadi pada 2019, saat Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten mengalokasikan anggaran sebesar Rp 4,6 miliar untuk membeli lahan seluas 1 hektar.

Namun, realisasi pengadaan lahan hanya sekitar 6.510 meter persegi, dengan biaya sebesar Rp 3,2 miliar.

Dalam proses pengadaan lahan, terjadi kecurangan yang dilakukan Samad, yang juga sekaligus sebagai sekretaris tim persiapan dan tim pelaksanaan pengadaan tanah.

Samad mengetahui hasil feasibility study (FS) tahun 2018 dan dokumen perencanaan pengadaan lahan (DPPT) tahun 2019 yang dikeluarkan pihak konsultan, untuk menentukan lokasi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan Kantor Samsat Malingping.

Kemudian, Samad membeli lahan seluas 1.700 meter persegi di lokasi tersebut, dengan harga Rp 100.000 per meter dari seorang warga bernama Cicih. Namun, dalam Akta Jual Beli (AJB) dibuat bukan atas nama Samad.

Selanjutnya, pada November 2019, tanah dibeli oleh Pemerintah Provinsi Banten dengan harga Rp 500.000 per meter.

Dengan demikian, Samad mendapatkan keuntungan dari pembelian lahan yang dilakukan pemerintah untuk Kantor Samsat Malingping.

5. Korupsi Hibah Dewan Kesenian Banten

Kasus ini menjadi kasus teranyar yang dipublikasikan penegak hukum. Polres Serang Kota menetapkan tersangka dan menahan Ketua Dewan Kesenian Banten atau DKB periode 2015 – 2018, Chavchay Saefullah.

Chavchay dijebloskan ke bui setelah diduga korupsi Dana Hibah Pemprov Banten 2017 senilai Rp 800 juta.

Diketahui, pada periode kepemimpinan Chavchay Saefullah, DKB menerima kucuran dana hibah Rp Rp 800 juta. Hasil penyelidikan polisi ditemukan penggunaan dana Rp 344 juta tak bisa dipertanggungjawabkan sehingga jadi temuan BPK Perwakilan Banten.

Menurut Maruli, penyelidikan kasus ini sudah berlangsung sejak 2019. Kemudian polisi menetapkan Chavchay sebagai tersangka pada Oktober 2021. Lalu, pada Rabu, 30 Maret 2022 ia baru ditahan di Mapolres Serang Kota.

Informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi melalui bantuan hibah kepada Dewan Kesenian Banten pada APBD tahun 2017 ini, lanjut Maruli, telah diterima jajarannya sejak 2017 dan pihaknya langsung melakukan penyelidikan. 

Dari nilai uang hibah yang diterima oleh Dewan Kesenian Banten sebesar Rp 800 juta, dana tersebut semestinya digunakan untuk penunjang kesenian di Banten sesuai pengajuan hibah.

“Namun dalam pelaksanaannya terdapat anggaran, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya, sebesar Rp344.907.440, melalui hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten,” ungkap Maruli.

Penggunaan anggaran yang tak bisa dipertanggungjawabkan salah satunya elemen upah pengurus, honorarium seniman, anggaran kegiatan tak sesuai peruntukkan, hingga pembelian barang-barang mulai kulkas, printer, dan sound system.

“Ditemukan adanya penggunaan uang yang tidak sesuai dengan peruntukan buat membeli barang-barang. Selain itu, ditemukan ada pengakuan bahwa uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka,” ujar Maruli.

Editor: Fariz Abdullah

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Dua Parpol Pemilik Suara Besar di Banten Gelar Pertemuan Tertutup, Isyarat Koalisi Mencuat

Berita Banten - Partai Golkar dan Partai Gerindra yang...

Arahan Presiden Jokowi dalam Rakernas Kesehatan Nasional di Kabupaten Tangerang

Berita Banten - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri sekaligus...