Jakarta – Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang membentuk Tim Pencari Fakta Kasus Brigadir J, diapresiasi mahasiswa.
Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) menilai pembentukan tim khusus bisa menjawab tudingan liar. BEM PTNU menilai tim ini sebagai wujud dari transparansi Polri.
“Dibentuknya tim pencari fakta oleh Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) terhadap kasus ini justru dapat menjawab banyak tudingan liar yang meragukan kinerja Kapolri. Bahwa memang dilihat dari terbentuknya tim Pencari fakta ini sebagai wujud transparansi dan memastikan bahwa proses penyidikan sesuai dengan aturan, objektif, dan semua analisis kesimpulan berdasarkan fakta lapangan,” kata Presidium BEM PTNU Wahyu Al Fajri kepada wartawan, Jumat, 15 Juli 2022 seperti dikutip BantenHits.com dari detik.com.
Wahyu mengatakan pihaknya mendukung pembentukan kasus ini. Dia berharap tim bekerja cepat agar kasus ini tuntas sesuai fakta yang ada.
“Emang kasus ini sedang fokus diselesaikan dengan cepat dan tepat oleh Kapolri. Dan tentu kami sangat mendukung penuh inisiatif Kapolri dalam membentuk tim pencari fakta ini, sebagai langkah awal untuk menyelesaikan kasus ini,” katanya.
Wahyu berharap tim ini bekerja mandiri berdasarkan bukti yang ada. Dia juga berharap usai kasus ini stabilitas Polri normal seperti sebelumnya.
“Dan tentu besar harapan kami terhadap tim pencari fakta dimana seperti yang kita ketahui bawah tim ini akan khusus bekerja mandiri, melaksanakan pendalaman olah tempat kejadian perkara, bahkan sudah melakukan pemeriksaan saksi, termasuk pendalaman hasil autopsi dengan memedomani scientific crime investigation (investigasi kasus kejahatan dengan ilmiah),” ujarnya.
Terkait keterlibatan Kompolnas dan Komnas HAM dalam tim khusus yang dibentuk Sigit, BEM PTNU menilai tim ini adalah tim ideal. Dia optimis tim khusus akan bekerja transparan dan obyektif.
“Dilibatkannya unsur eksternal Polri (Kompolnas dan Komnas HAM) tentu ini memberikan angin segar terhadap penyelesaian kasus. Sekaligus dapat menjamin langkah-langkah yang dilakukan timsus agar transparan, objektif, dan akuntabel. Sehingga diperoleh kesimpulan hasil penyelidikan dan penyidikan secara utuh dan terbuka bagi masyarakat,” katanya.
Disorot Menko Polhukam
Diketahui, insiden baku tembak antara Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat dan Bharada E terjadi di umah singgah milik Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Baku tembak disebut bermula dari Brigadir J dipergoki melakukan pelecehan terhadap istri Kadiv Propam.
Akibat peristiwa baku tembak itu, Brigadir J meninggal dunia. Jenazah Brigadir J juga sudah dibawa ke keluarga dan dimakamkan.
Kasus penembakan Brigadir J ini ramai karena dinilai janggal oleh sejumlah pihak, termasuk keluarga Brigadir J. Menko Polhukam Mahfud Md juga menilai ada ‘kejanggalan’ dalam kasus ini.
“Dalam proses penanganan sangat janggal kan, kenapa 3 hari baru diumumkan, itu satu proses penanganan. Kalau alasannya tiga hari karena hari libur, lah apakah hari libur masalah pidana itu boleh ditutup-tutupi begitu, sejak dulu nggak ada, baru sekarang orang beralasan hari Jumat libur, Hari Raya lalu diumumkan Senin, itu kan janggal bagi masyarakat, yang masuk ke saya kan begitu semua sebagai Menko Polhukam,” kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia TV, Kamis, 14 Juli 2022.
Mahfud mengaku banyak mendapatkan pertanyaan mengenai kejanggalan pertama itu. Kasus polisi tembak polisi ini, bagi Mahfud adalah masalah yang serius.
“Apa janggalnya? ‘Ini Pak, apakah libur tidak boleh melakukan penyelesaian tindak pidana, mengumumkan?’ ini kan masalah serius,” katanya.
Karena itu, Jenderal Listyo Sigit membentuk tim khusus. Tim ini untuk menyelidiki kasus penembakan Brigadir J yang dinilai janggal.
Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto menjadi ketua tim khusus ini, sedangkan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono sebagai penanggung jawab tim. Bagian eksternal lain yang termasuk pada tim khusus itu adalah Komnas HAM yang diwakili oleh M Choirul Anam dan Komisioner Kompolnas Irjen Purn Benny Mamoto.
Editor: Fariz Abdullah