Berita Tangerang – Sungai Cisadane mengalami penyusutan menyusul terjadinya kemarau. Hal itu berdampak pada produksi Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Kerta Raharja atau Perumdam TKR Kabupaten Tangerang. Seperti diketahui, air Sungai Cisadane merupakan bahan baku utama produksi Perumdam TKR.
Direktur Utama Perumdam TKR Sofyan Sapar mengungkapkan, sejumlah kantor cabang Perumdam TKR Kabupaten Tangerang tak bisa melakukan pengolahan air menyusul terjadinya penyusutan yang terjadi Sungai Cisadane karena intake Perumdam TKR sudah berada di atas air.
“Perumdam TKR menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh pelanggan karena produksi dan pendistribusian air mengalami gangguan atau mati untuk sementara waktu sampai dengan kondisi Sungai Cisadane normal kembali,” kata Sofyan kepada BantenHits.com, Jumat, 21 Juli 2023.
“(Kantor cabang) yang tak bisa mengolah wilayah Teluk Naga, Cabang Gading Serpong dan Ibu Kota Kecamatan Mauk,” sambungnya.
Meski tak bisa mengolah air, lanjutnya, Perumdam TKR Kabupaten Tangerang tetap menyuplai air untuk kebutuhan pelanggan di wilayah terdampak dengan menggunakan mobil tangki.
“Suplai air untuk pelanggan di wilayah terdampa tetap kami lakukan dengan menggunakan mobil-mobil tangki,” ucap Sofyan.
Sofyan menjelaskan, pihaknya tidak bisa memprediksi sampai kapan faktor alam ini mempengaruhi produksi di Perumdam TKR Kabupaten Tangerang.
“Ini faktor alam. Kami hanya bisa melakukan langkah-langkah antisipatif agar pelayanan kepada pelanggan tetap bisa kami lakukan,” jelasnya.
Ancam Ketahanan Pangan
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan fenomena El Nino dan Indian Ocena Dipole (IOD) positif yang mengakibatkan kekeringan berpotensi terjadinya ancaman gagal panen di lahan pertanian tadah hujan.
Menyusul kondisi tersebut, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati meminta pemerintah daerah perlu melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera.
“Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman,” kata Dwi, dikutip Suara.com, jaringan BantenHits.com dari Antara, Jumat, 21 Juli 2023.
Ia juga menjelaskan, dua fenomena tersebut akan membuat musim kemarau tahun ini menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.
Jika curah hujan biasanya berkisar 20 mm per hari, maka pada musim kemarau saat ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
BMKG memrediksi puncak kemarau kering akan terjadi pada Agustus hingga awal September dengan kondisi yang jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BMKG, indeks El Nino pada Juli ini mencapai 1,01 dengan level moderat, sedangkan IOD sudah memasuki level index yang positif. Sementara pada Juni hingga dasarian pertama Juli, El Nino masih dalam level lemah sehingga dampaknya belum dirasakan.
Namun, setelah itu, dalam waktu yang bersamaan El Nino dan IOD positif yang sifatnya global dan skala waktu kejadiannya panjang dalam hitungan beberapa bulan terjadi dalam waktu yang bersamaan.
“Dalam rentang waktu tersebut sebagian wilayah Indonesia masih ada yang diguyur hujan akibat adanya dinamika atmosfer regional yang bersifat singkat sehingga pengaruh El Nino belum dirasakan secara signifikan,” pungkasnya.