Serang – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau Raperda RZWP3K di Banten saat ini masih dibahas DPRD Banten.
Belakangan, masyarakat sipil, nelayan dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) Bahari mendesak Pemerintah Provinsi Banten “membongkar” ulang draft Raperda RZWP-3-K Banten.
Hal tersebut disampaikan AMUK Bahari Banten menanggapi undangan rapat dengar pendapat Pansus RZWP3K tahun 2018-2038 yang digelar di DPRD Banten, Selasa, 28 Juli 2020.
Anggota IV DPR RI asal Banten, Nuraeni mendukung segera diselesaikannya RZWP3K. Pasalnya, aturan tersebut sangat penting untuk mengatur seluruh aktivitas di laut Banten.
Hal tersebut disampaikan perempuan yang dikenal dengan sebutan ‘Wadon Banten’ saat melakukan kunjungan di Pelabuhan Karangantu, Kota Serang, Selasa, 11 Agustus 2020.
Menurut Nuraeni, saat ini hanya Provinsi Banten yang belum menyelesaikan perda zonasi laut, dan kewenangan teritori kabupaten kota yang mempunyai wilayah laut.
“Kalau saya setuju tadi rencana zona perda itu cepat digulirkan (karena nanti) kaitan dengan tambang pasir laut kalau sudah ada Rencana zona laut dengan sendirinya daerah itu mengatur,” kata Nuraeni kepada awak media usai kunjungan.
Nuraeni menilai, penolakan terhadap RZWP3K disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah kepada masyarakat tentang pentingnya zonasi laut yang harus dibagi kewenangan dan penanganannya.
“Sosialisasilah (kalau) terkait penolakan. Tinggal Banten ini (yang belum punya Perda Zonasi). Masa dekat dengan ibukota negara tidak diatur soal zonasi laut? Biar tertata dan nyaman sajalah. Kami mendorong sinergi baik pusat dan daerah pedulilah terhadap ekosistem laut seperti tadi pendangkalan, ini salah satu bentuk koordinasi sekalian ketemu gubernur,” jelasnya.
Senada dengan Nuraeni, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Hasan Amiruddin mengatakan perda zonasi pesisir harus dilakukan di seluruh wilayah yang ada teritori laut sehingga ada kejelasan.
Menanggapi aspirasi nelayan Karangantu yang meminta peluasan tempat wisata pantai gope. Hasan mempersilakan daerah untuk lakukan reklamasi untuk perluasan wisata dan terlebih dahulu melakukan ijin ke kementerian terkait.
“Bupati, walikota, gubernur dan pusat agar melakukan sinkronisasi anggaran yang kedua lahan di sini terbatas setiap perairan laut keterbatasan lahan darat kalau memungkinkan untuk direklamasi karena ini kebutuhan dipersilakan pemerintah daerah untuk reklamasi dan ijin ke LHK kementerian terkait,” paparnya.
Bagi Hasan, penolakan masyarakat diakibatkan kurangnya koordinasi pemerintahan daerah kepada para nelayan. Karena sewajarnya keberhasilan suatu program dan didukung oleh masyarakat adalah program yang tepat melakukan sosialisasi sehingga masyarakat paham akan hal itu.
“Kejadian di rakyat itu semua berawal buntu karena komunikasi, berakhir baik karena komunikasi itulah pentingnya komunikasi yang baik antara rakyat dan penguasa,” ungkapnya.
Hasan menegaskan, jika ada reklamasi ilegal yang dilakukan oleh pihak tertentu, aparat penegak perda dalam hal ini satpol PP harus bisa bergegas memberikan nasehat selama tiga kali berturut-turut.
“Kalau tiga kali tidak mengindahkan ya tangkap. Semua ada pelanggaran harus diluruskan oleh pencegah hukum, karena ranah perda ini Satpol PP dulu sehingga rakyat tidak ditakuti. Sehingga seluruh pelanggaran yang mengakibatkan kepada dampak kualitas nelayan itu harus di selesaikan oleh seluruh aparat penegakan Perda dan oleh aparat kepolisian,” pungkasnya.
Sebelumnya, AMUK Bahari menyebut penyusunan RZWP3K yang tengah dibahas DPRD Banten, disebut tak mengikuti pedoman, salah satunya tak pernah disosialisasikan kepada masyarakat terdampak.
Pemerintah Provinsi sebagai pengusul Raperda, disebut telah melompat dari tahap-tahap yang seharusnya dilakukan dalam proses penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
AMUK Bahari Banten terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil dan komunitas nelayan tradisional di Banten yang dipastikan akan terdampak langsung RZWP3K.
Selain tak pernah menyosialisasikan Raperda RZWP3K, AMUK Bahari juga menyebut Pemprov Banten menutup akses masyarakat.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana