Aneh! Bank Banten Diduga Punya Segudang Masalah, Kok Al Muktabar Minta Seluruh Kepala Daerah Pindahkan RKUD?

Date:

Al Muktabar dilantik jadi Pj Gubernur Banten di Kantor Kemendagri, Kamis, 12 Mei 2022.(Istimewa)

Serang – Baru sepekan menjabat Pj Gubernur Banten, Al Muktabar tiba-tiba menyerukan kabupaten dan kota di Provinsi Banten untuk bisa memindahkan penyimpanan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD)nya ke Bank Banten.

Menurut Al Muktabar, pemindahan RKUD sebagai bentuk dukungan terhadap Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dimiliki bersama. 

Hal itu dikatakan Al Muktabar yang secara legalitas berperan sebagai pemegang saham mayoritas pengendali terakhir di Bank Banten, yang tentunya mempunyai tanggungjawab dan otoritas yang lebih terhadap upaya penyehatan perseroan. 

“Oleh karena itu saya berharap betul kepada Bapak dan Ibu Bupati dan Wali Kota, dengan segala kewenangan yang mereka milik dengan didasarkan pada keyakinan bahwasannya Bank Banten bisa menjadi bagian dari instrumen pembangunan di daerahnya masing-masing,” kata Al Muktabar dalam keterangan resminya, Rabu, 18 Mei 2022.

Kelola Dana Rp 50 T

Muktabar melanjutkan, jika Bank Banten sudah menjadi RKUD seluruh Kabupaten dan Kota, termasuk juga Pemprov Banten yang saat ini sudah menggunakan Bank Banten sebagai bank RKUD, potensi pengelolaan keuangannya cukup besar. 

“Ada sekitar Rp50 triliun dana yang akan dikelola oleh Bank Banten. Sehingga dari besaran dana yang dikelola itu, bisa menjadikan Bank Banten sebagai tuan rumah di rumahnya sendiri,” ujarnya. 

Selain itu, lanjut Muktabar, dirinya juga akan mendorong pihak swasta dan seluruh industri yang ada di Provinsi Banten agar mempunyai akun atau rekening Bank Banten. Rekening itu tentunya juga digunakan secara maksimal baik sebagai penyimpanan uang atau dalam bentuk pendanaan lainnya. 

“Kalau itu sudah masuk, line money market agenda kerja keuangan Bank Banten sudah bisa bergerak dengan optimal,” ungkapnya. 

Tentunya, tambah Muktabar, hal itu bisa terwujud dengan basis kondisi Bank Banten telah memenuhi level kesiapan likuiditas sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam berbagai aturan. 

“Dengan kata lain, Bank Banten sudah layak digunakan sebagai Bank penyimpan RKUD. Karena walau bagaimanapun, Bank Banten merupakan BPD kebanggaan kita bersama,” tambahnya. 

Dijelaskan, secara kesehatan bank, Bank Banten dinyatakan sehat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK juga berharap Kabupaten/Kota bisa segera membuka rekening RKUD di Bank Banten.

Bank Banten Belum Catat Laba

Sementara itu, Direktur Bisnis Cendria Tj. Tasdik, sekaligus sebagai Plt. Direktur Utama Bank Banten yang sedang melaksanakan ibadah Umroh seusai melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) beberapa hari lalu mengungkapkan rasa optimisnya dalam menyambut tahun 2022 ini. 

“Hal itu mengaca pada hasil kinerja tahun 2021 lalu, dimana Perseroan berhasil melaluinya dengan baik dan menunjukkan ketangguhan segenap nasabah Bank Banten dalam fase akselerasi pertumbuhan ini,” katanya. 

Direksi sangat menghargai kepercayaan dan keyakinan para pemegang saham, khususnya Pemerintah Provinsi Banten dan PT Banten Global Development, dan juga pemegang saham publik.

“Serta kami berterima kasih atas pengawasan, dukungan dan arahan segenap Dewan Komisaris,” ujarnya.

Meskipun belum mencatat laba, namun di tahun 2021 Perseroan mencetak kinerja yang lebih baik dibandingkan 2020. Pada 31 Desember 2021, aset meningkat secara signifikan sebesar 65,7 persen ke angka Rp8,85 triliun, dari Rp5,34 triliun pada 31 Desember 2020.

 Hal ini didorong oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat secara signifikan sebesar 79,8 persen ke angka Rp4,64 triliun, dari Rp2,58 triliun pada 31 Desember 2020. 

“Demikian pula, pendapatan operasional selain bunga naik 45,8 persen secara YoY menjadi Rp41,85 miliar dari Rp28,7 miliar,” ucapnya. 

Di sisi biaya, perseroan juga melakukan efisensi operasional sehingga berhasil menekan beban bunga menjadi Rp241 miliar, turun 27.7 persen dibandingkan Desember 2020.

Bank Banten menutup tahun 2021 dengan kredit di angka Rp3,89 triliun dan total ekuitas mencapai Rp1,89 triliun.Perseroan masih membukukan rugi bersih periode berjalan sebesar Rp265,18 miliar.

“Rugi tersebut berhasil ditekan lebih baik 20,88 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp308,16 miliar,” tuturnya. 

Hal ini dicapai diantaranya dengan mendongkrak pendapatan sepanjang tahun 2021, dimana pendapatan bunga bersih tumbuh 90 persen secara tahunan (YoY) menjadi sebesar Rp67,02 miliar dari Rp35,23 miliar.

Ilustrasi Bank Banten (Foto. Dok Bank Banten)

Dugaan Pemalsuan Laporan Keuangan

Catatan BantenHits.com, Bank Banten diduga memiliki sejumlah masalah hukum, seperti yang telah dilaporkan nasabah hingga aktivis anti-korupsi.

Pada Senin, 27 Juli 2020 Bank Banten sebagai bank plat merah milik Pemerintah Provinsi Banten ini dilaporkan nasabahnya ke Bareskrim terkait empat dugaan pelanggaran undang-undang, salah satunya dugaan pemalsuan laporan keuangan 2019.

Selain melaporkan dugaan pemalsuan laporan keuangan dan dugaan pelanggaran hukum lainnya di Bank Banten, nasabah berinisial OS tersebut meminta perlindungan hukum dari Bareskrim Polri.

Dalam wawancara eksklusif dengan BantenHits.com, OS menyebutkan pihak yang dilaporkannya ke Bareskrim adalah seluruh jajaran komisaris, direksi hingga pegawai di Bank Banten.

“Kalau berdasarkan ketentuan pasal 49 UU Perbankan (UU No 10/1998) dewan komisaris, dewan direksi atau pegawai bank, itu yang kena,” kata OS melalui WhatsApp, Selasa, 28 Juli 2020.

Empat Undang-undang yang diduga dilanggar Bank Banten, kata OS, yakni Pasal 49 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 263/264 KUHP tentang memalsukan surat-surat, Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, serta Pasal 55 UU Nomor 14 tagun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Dalam laporannya OS menduga, Bank Banten telah melakukan tindak pidana yakni berupa dugaan mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank di Bank Banten pada laporan keuangan Tahun 2019.

Laporan keuangan Bank Banten tahun 2019, kata OS, telah disetujui dan disahkan di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan pada tanggal 17 Juli 2020.

Dalam Laporan Keuangan Tahun 2019 tersebut Bank Banten di antaranya menyampaikan data salah satunya berupa data rasio kredit bermasalah secara netto atau Net – Non Performing Loans (NPL) sebesar 4,01%.

Data NPL 4,01 % yang disampaikan Bank Banten inilah yang diduga OS terdapat tindak pidana. Pasalnya, angka tersebut tak sesuai dengan Surat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor : SR – 83/PB.31/2019 tanggal 17 Juni 2019.

“Di mana (dalam surat OJK) Bank Banten dinyatakan sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI), sehingga NPL-nya dapat dipastikan lebih dari 5%,” ungkap OS.

Pendapat OS merujuk pada Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf ( d ) (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor: 15/POJK.03/2017 Tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum yang berbunyi :

Pasal 3

(1) Bank dalam pengawasan intensif ditetapkan oleh OJK dalam hal Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha.

(2) Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika memenuhi satu atau lebih kriteria:

d. rasio kredit bermasalah secara neto (Non Performing Loan/NPL net) atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (Non Performing Financing/NPF net) lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit atau total pembiayaan.

Selain diduga tak selaras dengan Surat OJK, laporan keuangan Bank Banten 2019 yang memuat NPL 4,01 % juga bertentangan pendapat hukum (legal opinion) atas Proses Penyehatan Bank Banten dari Kejaksaan Agung R.I. Nomor : B – 713/G/Gph.1/12/2019 tanggal 30 Desember 2019, yang juga mengkonfirmasikan angka NPL Bank Banten lebih dari 5%.

OS menduga, manajemen Bank Banten ingin menunjukkan bahwa kondisi Bank Banten seolah-olah dalam kondisi sangat baik atau sehat padahal Kondisi sebenarnya Bank Banten tidak sehat.

Jika dugaan itu benar, lanjutnya, maka hal ini diduga dapat menimbulkan kerugian bagi para nasabah dan para pemegang saham.

“Laporan Keuangan Bank Banten 2019 ini sudah diupload di website Bank Banten dan saya download pada link: bankbanten.co.id/laporan-tahunan/, sehingga diketahui oleh umum,” ungkapnya.

OS menambahkan, laporan keuangan Bank Banten Tahun 2019 tersebut diduga juga digunakan di Bursa Efek Jakarta karena Bank Banten merupakan perusahaan yang sudah terbuka diduga sebagai bahan laporan juga diduga digunakan ke OJK.

Direktur Bank Banten saat itu, Kemal Idris tak merepons saat diminta tanggapan BantenHits.com terkait laporan tersebut melalui pesan WhatsApp, Selasa, 28 Juli 2020.

Dalam wawancara sebelumnya dengan BantenHits.com, Jumat, 24 Juli 2020, Kemal Idris membantah angka NPL yang ada dalam laporan keuangan Bank Banten berbeda dengan OJK.

“Saya belum lihat beda versi dari OJK,” jelasnya.

Kemal juga menjelaskan, parameter untuk menetapkan Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) bukan hanya NPL.

“Ada beberapa parameter dalam menetapkan BDPI, bukan NPL saja, di antaranya risk profile, GCG, rentabilitas dan permodalan. Masing2 parameter tersebut masih banyak lagi turunannya,” bebernya.

Kemal juga memastikan, laporan keuangan Bank Banten 2019 sudah diaudit oleh kantor akuntan publik yang independen.

Diduga Rugikan Rp 400 M

Selain dilaporkan nasabah, pada Jumat 25 Maret 2022, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman melaporkan Bank Banten ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Banten.

Boyamin melalui keterangan tertulis yang diterima BantenHits.com mengatakan bahwa laporkan aduan tersebut disinyalir adanya dugaan korupsi kredit macet Bank Banten dengan Debitur PT HNM.

“Yang diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 65 miliar,” katanya.

Tidak hanya laporan dugaan, MAKI juga melengkapi laporan dengan membawa analisa dan dokumen pendukung terkait adanya dugaan korupsi di tubuh Bank Banten.

“Dugaan korupsi dapat dijadikan sarana pembuka untuk mendalami dugaan korupsi di Bank Banten akibat kredit macet,” tegasnya.

Tak hanya itu, yang mengejutkan Boyamin menjelaskan bahkan ada yang lebih besar kerugian negara akibat kredit macet di Bank Banten mencapai Rp 400 miliar dengan debitur berbagai perusahaan.

“Berbagai perusahaan yang diduga melibatkan anak dari seorang pejabat tinggi di Banten,” pungkasnya.

Namun, terkait keterlibatan anak pejabat tinggi di Banten ini Boyamin belum merinci lebih jauh.

Editor: Darussalam Jagad Syahdana

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related