Serang – Akademisi Untirta Suwaib Amiruddin meminta ahli kejiwaan dilibatkan untuk menentukan orang dengan gangguan kejiwaan atau ODGJ yang layak mendapatkan hak pilih.
Menurut Suwaib, hanya penderita gangguan jiwa yang mengantongi surat keterangan dari ahli yang layak mendapatkan hak memilih. Di luar dari itu, tak mungkin dapat hak pilih. Sebab, salah satu indikator orang bisa menjatuhkan pilihan adalah atas dasar ingatannya. Jika semua ODGJ bisa memilih maka itu sangat berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kalau orang yang gangguan jiwa itu, ada gradenya (tingkatannya-red). Sebenarnya kalau ingin dilibatkan orang yang gangguan jiwa dalam memilih itu harus dikonsultasikan dulu dengan psikolog. Sejauh mana dia sakitnya. Sebenarnya yang bisa memilih itu yang tidak hilang ingatan,” ujarnya, Sabtu 24 November 2018.
Dosen FISIP Untirta itu menjelaskan, ODGJ yang mengantongi surat keterangan dari ahli atau psikolog, dapat diketahui apakah ODGJ tersebut layak menjadi seorang pemilih atau tidak.
“Harus ada rekomendasi karena yang bisa mengatakan orang gangguan jiwanya berat atau ringan itu bukan KPU tetapi ada suatu rekomendasi yang dikeluarkan oleh ahli, dalam hal ini psikolog. Itu harus diberikan hak kalau memang menurut ahli itu (ODGJ) tidak hilang ingatan,” katanya.
“Jangan sampai orang yang hilang ingatannya disuruh masuk ke dalam (tempat pemungutan suara) lalu membuat masalah,” sambungnya.
Suwaib menambahkan, ODGJ yang hilang ingatan juga diyakini akan mudah dipengaruhi atau dimobilisasi untuk kepentingan tertentu. Mereka yang hilang ingatan mudah disusupi oleh doktrin dan bisa saja pemahaman yang masuk ke dalamnya ditujukan untuk membenci kelompok atau individu tertentu.(Rus)