Tak Hanya Babat Hutan Mangrove, Proyek Reklamasi PT Lotte Chemical Indonesia Juga Disebut Rusak Lahan Warga

Date:

Herul Saleh, perwakilan keluarga Maryadi Humaedi saat memberikan keterangan kepada wartawan. (BantenHits.com/ Iyus Lesmana)

Cilegon – PT Nira sebagai perusahaan sub kontraktor dalam proyek reklamasi PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) melakukan pengerukan dan pembuangan lumpur. Aktivitas tersebut disebut telah merusak hutan mangrove di kawasan Kecamatan Warnasari, Kota Cilegon.

Pengerukan dan pembuangan lumpur diduga ilegal, karena PT LCI belum mengantongi surat izin kerja keruk dan reklamasi (SIKKR) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk lahan seluas 15 hektar di Kecamatan Grogol, Kota Cilegon.

Lumpur hasil pengerukan di lokasi tersebut dibuang di lahan Pelabuhan Warnasari yang merupakan perusahaan BUMD milik Pemkot Cilegon.

BACA JUGA: Lahan BUMD Dipakai untuk Buang Lumpur Reklamasi PT Lotte Chemical Indonesia, Kok Pemkot Cilegon Diam?

Selain merusak hutan bakau, proyek pengerukan dan pembuangan lumpur diduga telah merusak lahan milik warga di sekitar lokasi yang berada di kecamatan lainnya.

Keluarga Maryadi Humaedi, selaku pemilik tanah yang lokasinya berbatasan dengan pembangunan pabrik kimia yang berada di Kecamatan Grogol, Kota Cilegon tersebut disebut akan melaporkan PT LCI ke polisi.

Informasi yang berhasil dihimpun, PT LCI diduga kuat telah melakukan pengerusakan batas-batas lahan milik keluarga Maryadi Humaedi. Hal tersebut diketahui setelah adanya pengrusakan lahan keluarganya di atas luasan lahan sekitar 2,4 hektar yang notabene ditetapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) berstatus quo.

Herul Saleh mengungkapkan, dugaan perusakan lahan milik keluarganya itu bukan tanpa dasar. Ia mengatakan lahan atas nama keluarganya yakni Maryadi memiliki sejarah sengketa yang cukup panjang. Kisruh sengketa lahan Maryadi sudah diawali sejak emapt tahun silam, jauh sebelum proyek pabrik Lotte bernilai Rp 55 Triliun dicanangkan pemerintah dibangun di Kota Cilegon.

“Kepemilikan lahan milik keluarga Maryadi awalnya didapat dari pengajuan sertifikat kolektif oleh BPN yang kala itu Girig bernomor 828 dan M 45 atas nama Kamsah pada 2007 silam. Sertifikat 5 bidang lahan bernomor M.1671-1.675  kemudian diterbitkan BPN dan disepakati keluarga atas nama Maryadi Humaedi, ” ungkapnya, Senin, 8 Juli 2019.

Saleh mengatakan, di tengah perjalanan sekitar tahun 2014, kepemilikan dua sertifikat Maryadi disengketakan. Namun dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) diputuskan sengketa diselesaikan dengan penyelesaian hak hukum adat.

“Di tengah perjalanan Amoko gugat kita terhadap sertifikat 1672 dan 1673 melalui PTUN. Dan sertifikat itu dibatalkan oleh PTUN. Yang dimana BPN mengembalikan kepada hak adat atas nama Maryadi. Jadi kembali kepada hak warkah,” ujarnya.

“Karena di lokasi sudah dilakukan perusakan, maka saya menginstruksikan ke lawyer keluarga, untuk melaporkan persoalan ini ke pihak berwajib,” ungkapnya. 

Saleh juga menduga, perusakan pagar gubuk dan jembatan di lahan keluarganya tak jauh dari rentetan masalah yang terjadi selama ini, terutama masalah lahan yang akan dibangun pabrik.

“Intinya kami tidak mau pusing, kalau Lotte mau menguasai lahan kami ya bayar. Tapi kalau tidak sanggup bayar, kami yang akan  bayar semua lahan milik Lotte itu,” tegasnya. 

Hingga berita ini di turunkan managemen, PT LCI sendiri belum dapat dikonfirmasi terkait dugaan pengrusakan batas lahan milik keluarga Maryadi tersebut.

Editor : Darussalam Jagad Syahdana

 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Dua Parpol Pemilik Suara Besar di Banten Gelar Pertemuan Tertutup, Isyarat Koalisi Mencuat

Berita Banten - Partai Golkar dan Partai Gerindra yang...

Arahan Presiden Jokowi dalam Rakernas Kesehatan Nasional di Kabupaten Tangerang

Berita Banten - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri sekaligus...