Lebak – Kisah pilu akibat Keterbatasan infrastruktur di Banten kembali terjadi. Kali ini pasangan Hendi dan Kenti, warga Kampung Nagahurif, Desa Mekar Jaya, Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak, harus kehilangan anak yang masih dalam kandungan, Minggu, 1 September 2019.
Kenti yang tengah hamil enam bulan, keguguran setelah ditandu sejauh 7 kilometer di atas jalan rusak penghubung Kampung Nagahurif dengan Kampung Gintung yang merupakan kampung yang bisa diakses mobil.
BACA JUGA: Janji WH di Depan Alumni UI soal Kondisi Banten 2020
Dani Agustian, keponakan Kenti dalam wawancara dengan detik.com mengatakan, bibinya pukul 01.00 WIB mengalami pendarahan saat hamil 6 bulan. Keesokan, bersama sekitar 25 orang kampung membantu menandu ke kampung terdekat yang bisa diakses mobil.
“Korbannya bibi saya, anaknya yang meninggal masih 6 bulan masih dalam kandungan,” kata Dani.
Menurut Dani, bibinya ditandu di kursi yang diapit dua kayu di masing-masing sisi. Ia dibawa ke Kampung Gintung yang bisa diakses kendaraan mobil untuk dibawa ke Puskesmas Panggarangan.
“Dari Nagarurif ke Panggarangan itu 15 sampai 17 kilometer. Tapi kalau ditandu sekitar 7 kilometer,” paparnya
Begitu sampai di Puskesmas Panggarangan, jelas Dani, janin dalam tubuh bibinya tak menunjukan tanda-tanda kehidupan. Pihak puskemas kemudian merujuk agar dibawa ke Puskesmas Bayah.
“Di sana di-USG, terus ya sudah meninggal,” jelasnya.
Dani menambahkan, dari Puskesmas Bayah, bibinya kembali ke Puskesmas Panggarangan, kemudian dirujuk ke salah satu klinik di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.
“Dari situ dikeluarin, si janin sudah meninggal,” ujarnya.
Ia cerita, akses jalan ke kampungnya memang tidak bisa dilalui kendaraan roda 4. Bila pun mau, itu harus memutar melalui desa tetangga dan memakan waktu lebih lama. Kondisinya pun memprihatinkan jika terjadi hujan.
“Nggak bisa dilalui sama mobil, nggak ada jalan roda 4. Cuma bisa motor,” katanya.
Ia memperkirakan, janin bibinya meninggal dalam perjalanan. Karena selain ditandu, saat diantar ke puskesmas, bibinya naik mobil pikap dengan kondisi jalan yang kurang bagus.
“Mungkin kelamaan naik mobil losbak, jalan kurang bagus ngegojlok,” katanya.
Sebagai warga Panggarangan, ia ingin ini jadi peristiwa terakhir. Pemerintah diminta membangun akses jalan ke kampungnya bisa dilalui kendaraan.
Bukan yang Pertama Kali
Peristiwa yang dialami pasangan Hendi dan Kenti mengingatkan pada kejadian Sabtu siang, 2 Maret 2019 sekitar pukul 14.00 WIB.
Tolib (70) warga Kampung Lebak Jeruk, Desa Sindangresmi, Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang, terpaksa harus ditandu oleh anak dan saudaranya menuju Puskesmas Sindangresmi menggunakan sarung dan bambu.
Peristiwa tersebut membuat heboh dunia maya setelah videonya diunggah oleh akun twitter Juru Bicara Badan Pemenangan Pemilu (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak.
“Itu ditandunya karena akses jalannya tidak memadai atau rusak,” kata Nurman warga sekitar kepada BantenHits.com, Sabtu, 2 Maret 2019 malam.
Menurut Nurman, kondisi Tolib dan keluarganya sangat memprihatinkan. Bahkan sebelum dibawa ke Puskesmas Sindangresmi, Tolib tidak makan selama satu minggu, lantaran kondisi saudaranya di Kampung Lebak Jeruk, Desa Pasir Lancar merupakan orang tidak punya.
Menurut Nurman, kondisi Tolib dan keluarganya sangat memprihatinkan. Bahkan sebelum dibawa ke Puskesmas Sindangresmi, Tolib tidak makan selama satu minggu, lantaran kondisi saudaranya di Kampung Lebak Jeruk, Desa Pasir Lancar merupakan orang tidak punya.
Setelah peristiwa Abah Tolib, giliran Junaedi warga Kampung Leuwi Buled, Desa Leuwi Balang, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, terpaksa harus ditandu menggunakan sarung dan bambu untuk mendapat perawatan kesehatan di Puskesmas Cikeusik, Selasa, 19 Maret 2019.
Buruknya akses jalan di desa tersebut, yang memaksa Junaedi harus ditandu. Meski di tengah guyuran hujan, keluarga tetap membawa Junaedi menembus satu-satunya jalan desa yang kondisinya berlumpur supaya segera bisa mendapatkan perawatan.
Supaya tubuh Junaedi tak terkena langsung air hujan, keluarga menutupinya dengan plastik.
“Iya jalannya rusak parah, penuh lumpur. Jalan dari rumah ke puskesmas itu 6 kilometer, cuma ditandunya itu cuma 4 kilometer doang. Selama perjalanan, kami kesulitan karena licin,” kata Jumhadi salah seorang keluarga kepada BantenHits.com, Rabu, 20 Maret 2019.
Tak berhenti di Junaedi, dampak buruknya infrastruktur di Banten harus dirasakan Karsinah (26). Ibu yang berasal dari Kampung Sawah, Desa Leuwibalang, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang terpaksa ditandu menggunakan sarung dan bambu untuk bisa sampai ke Puskesmas Cikeusik lantaran mengalami pendarahan.
Perempuan yang sedang hamil 8 bulan itu terpaksa ditandu oleh sejumlah warga yang tidak lain keluarga dan kerabatnya lantaran kondisi jalan di desa tersebut rusak parah tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat karena beralaskan lumpur dan becek.
“Karsinah ini mulanya pendarahan, kemudian dibawa ke Puskesmas Pembantu. Lantaran tidak bisa ditangani di Pustu akhirnya di bawa ke Puskesmas. Sementara jalan tidak bisa dilalui oleh mobil, makannya terpaksa ditandu,” kata Satria salah seorang keluarga kepada BantenHits.com, Kamis, 28 Maret 2019.
Kasus buruknya infrastruktur yang berdampak pada pelayanan publik di Banten merupakan ironi. Pasalnya, Banten merupakan provinsi yang berdampingan langsung dengan Jakarta sebagai ibukota negara.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana