Serang – Jumat, 4 Oktober 2019, Provinsi Banten tepat berusia 19 tahun. Sehari menjelang perayaan, publik di Tanah Jawara lagi-lagi harus mengelus dada, menyusul munculnya sederet “kabar buruk” berikut ini:
1. Survei Penilaian Integritas KPK
Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK, dari 19 provinsi yang diberikan penilaian, Banten berada pada posisi 15 alias urutan ke-5 dari bawah dengan nilai 65, 88.
Dilansir detik.com, SPI dilakukan Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK dibantu Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu 12 bulan, sejak Juli 2017 hingga Juli 2018. Metode survei melalui wawancara mendalam dan pengambilan sampel responden acak.
Responden yang diwawancarai terdiri atas responden internal dan responden eksternal. Dari internal disebutkan responden yang masa kerjanya minimal 1 tahun dan memberikan pelayanan dalam unit yang disampel, sedangkan dari eksternal adalah responden yang memiliki pengalaman dilayani unit yang disampel minimal 1 kali dalam 12 bulan terakhir serta tidak menggunakan jasa biro atau calo.
Hasil survei itu, ditampilkan KPK dengan skala 0-100. Makin tinggi angka indeksnya menunjukkan tingkat integritas yang semakin baik. Bila angka indeksnya rendah, berarti tingkat integritas yang lebih buruk atau lebih rawan terjadi korupsi.
BACA JUGA: WH Diduga Terima Gratifikasi dari Pengelola Pasar Babakan lewat Istri
Lalu apa kata Gubernur Banten Wahidin Halim (WH)soal hasil SPI KPK ini?
Kepada wartawan di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kamis, 3 Oktober 2019, suami dari Niniek Nuraeni ini menyebut, sejak 2017 Banten dibina tim koordinasi dan pencegahan KPK. Menurut dia, permintaan dan tugas-tugas pencegahan sudah dilakukan Pemprov Banten.
“Makanya aneh kalau distandarkan dengan Riau. Saya tidak meragukan, cuma aneh saja, sehingga nggak nampak kerja-kerja (pencegahan) itu,” kata WH, seperti dilansir detik.com.
2. Satu Kampung Warganya BAB di Kebun
Kesadaran masyarakat Kampung Lorog, Kelurahan Bendung, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, untuk buang air besar (BAB) di tempat yang layak masih kurang. Hampir seluruh warganya diketahui BAB di kebun atau di sawah.
Fakta menyedihkan soal kondisi masyarakat di Ibukota Provinsi Banten ini terungkap setelah Dompet Dhuafa Banten menggelar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) kepada warga sekitar, Kamis, 3 Oktober 2019.
Penanggung jawab Program LKC Dompet Dhuafa Banten Danan kepada awak media di lokasi mengatakan, dalam kegiatan sosial di kampung itu, ditemukan hanya dua masyarakat yang sadar untuk BAB pada tempat layak, sisanya sekitar 99 persen masyarakat masih BAB di sembarang tempat seperti kebun, sawah maupun di kali.
Dari 125 kartu keluarga (KK) di Kampung Lorog hanya ada sekitar 85 rumah. Dari jumlah itu, yang punya jamban hanya 2 rumah.
3. Mafia Pendidikan
Istilah mafia pendidikan tiba-tiba kembali disuarakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Serang saat unjuk rasa di KP3B, Kamis, 3 Oktober 2019.
Ketua HMI Cabang Serang Abu Jihad Amin menyebut, dalam kurun 3 tahun berjalan kepemimpinan WH-Andika tidaklah memuaskan, kemiskinan pada bulan Maret 2019 sebesar 5,09% atau sebanyak 654.460 orang.
“Ada beberapa yang harus kita refleksi kepada pemerintah (Provinsi Banten), baik dari sisi pendidikan, kesehatan, pengangguran yang masih merajalela di Provinsi Banten. Kemudian juga ada unsur-unsur yang terlibat dari mafia pendidikan dan kesehatan,” terang Abu.
Masih segar dalam ingatan, istilah mafia pendidikan pernah disuarakan Badko HMI saat berunjuk rasa dan melaporkan dugaan korupsi pengadaan komputer UNBK 2017 dan 2018, serta pengadaan lahan untuk SMAN/SMKN se-Banten 2017.
Dalam laporannya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, HMI mengungkapkan, dugaan korupsi pendidikan di Banten salah satunya terjadi pada proyek anggaran pendidikan dalam pengadaan komputer UNBK 2017.
Dugaan praktik culas ini berawal ketika Dinas Pendidikan Provinsi Banten mendapatkan Dana Alokasi Khusus-DAK yang bersumber dari dana APBN 2017 untuk Pengadaan Komputer UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) sebesar Rp 25 miliar.
Namun entah apa alasannya, lanjutnya, DAK tersebut justru tidak digunakan dan kemudin menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) 2017.
Anehnya, pada APBD Perubahan 2017, Dinas Pendidikan Provinsi Banten dianggarkan Pengadaan Komputer UNBK, senilai Rp 40 miliar dengan kualitas yang sama dengan rancangan dalam DAK.
Selain diduga melibatkan sejumlah pejabat di Dinas Pendidikan, dugaan korupsi di Tanah Jawara ini menyeret petinggi Partai Demokrat Banten, bahkan anak gubernur dan staf ahli. Namun, mereka telah membantah terlibat korupsi seperti disebut dalam laporan.
Kerugian keuangan negara dari proyek pengadaan komputer UNBK tahun 2017 ini diperkirakan sebesar Rp 9,9 M.
Proyek pengadaan komputer UNBK sejak awal sudah ditemukan kejanggalan. Selain DAK yang ditolak, kejanggalan lainnya adalah:
1. Inspektorat tidak melakukan pengecekan seluruh fisik untuk mengetahui kesesuaian spesifikasi barang,
2. Pihak Ketiga tidak melakukan setting/komisioning dan pelatihan para operator komputer di sekolah yang menjadi kewajibannya. Sebab yang terjadi adalah, pihak penerima barang yakni SMAN/SMKN di Banten, menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan setting komputer dimaksud,
3. Seluruh unit yang terdiri 3.160 unit komputer, tidak dilengkapi dengan keyboard dan mouse sebagaimana yang menjadi kewajiban pihak penyedia barang, yakni PT. Bhinneka Mentaridimensi.
Selain pengadaan komputer UNBK 2017-2018,
pengadaan lahan SMAN/SMKN di Banten 2017 juga turut dilaporkan.
Salah satuhya pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel terletak di antara Jalan Cempaka III, RT 002/003 dan Jalan Punai I, RT.007/008, Bintaro Jaya, Sektor II, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.
Dalam dokumen laporan HMI ke Kejati Banten disebutkan, dari nilai anggaran pembebasan lahan SMKN 7 Tangsel sebesar Rp 17,9 miliar, pemilik tanah hanya menerima Rp 7,3 miliar.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana