Tangerang – Gonjang-ganjing penggunaan biaya penunjang operasional gubernur Banten yang telah dilaporkan ke penegak hukum dan digugat di Mahkamah Agung, memasuki babak baru.
Majelis Hakim PTUN Serang dalam putusan yang dibacakan Kamis, 5 Desember 2019, membatalkan Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Provinsi Banten pada 30 Agustus 2019 dengan putusan No 022/VI/KIBANTEN -PS/2019.
Sebelumnya, pemerhati kebijakan publik dari Perkumpulan Pemerhati Kebijakan Publik Indonesia Moh. Ojat Sudrajat melakukan banding ke PTUN Serang atas putusan Komisi Informasi Publik Banten yang menolak permohonan informasi publik yang dimohonkan Ojat ke Pemprov Banten, berupa dokumen terkait penggunaan Biaya Penunjang Operasional Gubernur Banten.
Pemprov Wajib Serahkan Dokumen
Dalam putusan yang salinannya diperoleh BantenHits.com disebutkan, Ketua Majelis Hakim PTUN Serang yang diketuai Henriette S. Putuhena, S.H., M.H memerintahkan Pemprov Banten melalui Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten agar menyerahkan lima item dokumen terkait pengguna Biaya Penunjang Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
“Mewajibkan kepada termohon keberatan/dahulu termohon informasi publik untuk memberikan informasi kepada pemohon keberatan/dahulu pemohon informasi,” demikan tertulis dalam putusan.
Adapun informasi publik yang wajib diserahkan Pemprov Banten di antaranya, dokumen atau sejenisnya berupa besaran PAD Provinsi Banten tahun 2017 dan 2018 sebagai dasar acuan perhitungan besaran prosentase biaya penunjang operasional gubernur Banten berdasarkan PP 109 tahun 2000.
Pemprov Banten juga wajib menyerahkan SPJ terkait realisasi penggunaan biaya Penunjang Operasional Gubernur Banten tahun 2017 dan tahun 2018.
“Saya selaku pihak pemohon keberatan dahulu pemohon informasi sangat bersyukur atas putusan PTUN Serang ini yang menurut saya sangat objektif sekali dalam pertimbangan pertimbangan hukumnya sehingga menghasilkan putusan yang sangat berkualitas,” kata Ojat dalam keterangan tertulis kepada BantenHits.com, Minggu, 8 Desember 2019.
“Saya pun berharap Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Banten bisa menerima putusan PTUN Serang ini dan sekaligus memberikan dokumen informasi publik yang dimintakan oleh saya, di antaranya SPJ Biaya Penunjang Operasional Gubernur Banten,” sambungnya.
Moh. Ojat Sudrajat juga sudah resmi membuat laporan aduan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan penyimpangan penggunaan dana operasional atau DPO gubernur dan wakil gubernur Banten, 2 Agustus 2019 lalu.
Pelaporan dilakukan setelah Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia Moch. Ojat Sudrajat mendapatkan keterangan Biro Umum Pemprov Banten yang menyatakan penggunaan dana operasional gubernur dan wakil gubernur Banten tidak memakai surat pertanggungjawaban atau SPJ.
Keterangan Biro Umum Pemprov Banten disampaikan dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Provinsi Banten, 10 Juli 2019.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, diatur mulai Pasal 4-8 segala bentuk fasilitas yang diterima kepala daerah, seperti gaji dan tunjangan, sarana dan prasarana, sarana mobilitas dan biaya operasional.
“Ada yang krusial pada (Pasal 8 PP 109/2000) huruf H mengenai dana penunjang operasional. Biaya penunjang operasional ini besarannya (maksimal) 0,15 persen kali PAD. Tahun 2017 saja PAD Banten mencapai Rp 6 triliun,” ungkap Ojat dalam wawancara by phone dengan BantenHits.com, Selasa pagi, 6 Agustus 2019 jam 7.28 WIB.
“Kalau benar yang digunakan 0,15 persen, maka angkanya sangat fantastis menurut saya. Hampir Rp 10 miliar,” sambungnya.
Ojat menjelaskan, di beberapa daerah penggunaan dana penunjang operasional kepala daerah diatur komposisinya antara gubernur dan wakil gubernur melalui peraturan gubernur. Namun, di Banten, Ojat mengaku belum mendapatkan informasi soal penggunaan aturan itu.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana