Lebak – Tiga Tetua Adat Baduy Dalam, yakni Tanggungan Jaro 12, Saidi Putra; Jaro Warga, Madali; dan Jaro Dangka Cipatik, Aja; membantah telah memberikan mandat kepada Heru Nugroho Cs untuk menyampaikan surat kepada Presiden Indonesia Joko Widodo.
Mereka juga mengaku tak tahu menahu soal isi surat yang disebut dilengkapi cap jempol tiga tetua Adat Baduy Dalam tersebut.
Pernyataan disampaikan para tetua adat dalam pernyataan resmi setelah Lembaga Adat Baduy menggelar pertemuan di Rumah Singgah, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jumat sore, 10 Juli 2020 jam 18.00 WIB.
Hadir dalam pertemuan tersebut Jaro Pemerintahan, Saija, serta 10 saksi dari Lembaga Adat Baduy yakni Singalayang, Carungen, Ayah Arji, Rasudi, Ayah Mursid, Ayah Jarni, Jaya, Raim, Ciwing, dan Jali.
BantenHits.com mendapatkan foto surat pernyataan para tetua Adat Baduy dari peserta pertemuan atas perintah Jaro Pemerintahan, Saija, Sabtu pagi, 11 Juli 2020.
Dalam pernyataan resmi para tetua Adat Baduy yang dilengkapi materai dan dibubuhi cap jempol memuat tiga poin:
1. Tidak pernah memberi mandat secara lisan atau tulisan kepada Heru Nugroho, Henri Nurcahyo, Anton Nugroho, dan Fajar Yugaswara;
2. Menyatakan Lemabaga Adat Baduy tidak memiliki perwakilan di luar Baduy;
3. Bahwa surat yang beredar dan dikirim kepada Presiden Joko Widodo dan dibuat Heru cs dan dibubuhi cap jempol Tanggungan Jaro 12, Saidi Putra; Jaro Warga, Madali; dan Jaro Dangka Cipatik, Aja; tidak mengetahui isi surat tersebut.
Sebelumnya, tersiar di sejumlah media mainstream nasional, masyarakat adat Baduy melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo meminta agar Baduy dicoret dari salah satu destinasi wisata nasional.
Dalam surat terbuka tersebut, keputusan ini dicetuskan oleh Lembaga Adat Baduy dalam pertemuan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Banten.
Dengan pertimbangan mendesak, yakni dampak negatif modernisasi dan kunjungan wisatawan ke wilayah adat yang terkenal menjaga etika alam dengan ketat.
Dalam pemberitaan disebutkan, Jaro Saidi, salah satu pemangku adat di Baduy, mengatakan kehidupan masyarakat setempat terusik akibat masifnya informasi tentang Baduy di media sosial.
“Meningkatnya kunjungan wisatawan ke wilayah Baduy menimbulkan dampak negatif, berupa pelanggaran-pelanggaran terhadap tatanan adat yang dilakukan oleh wisatawan dan jaringannya,” tertulis dalam surat yang ditandatangani dengan cap jempol oleh Jaro Saidi.
Padahal, tatanan adat masyarakat Baduy yang masih berlaku, tidak mengizinkan siapapun untuk mengambil gambar, apalagi mempublikasikan wilayah adat Baduy, khususnya wilayah Baduy Dalam.
Selain itu, Jaro Saidi mengungkapkan keresahannya bahwa pencemaran lingkungan di wilayah Baduy semakin mengkhawatirkan.
Banyak pedagang dari luar Baduy berdatangan ke dalam, sebagian besar menjual produk makanan minuman berkemasan plastik sehingga mendatangkan persoalan baru.
“Ini terjadi karena terlalu banyaknya wisatawan yang datang, ditambah banyak dari mereka yang tidak mengindahkan dan menjaga kelestarian alam, sehingga banyak tatanan dan tuntunan adat yang mulai terkikis dan tergerus oleh persinggungan tersebut,” ujar Jaro Saidi.
Pemberitaan juga disebutkan, pertemuan para tetua Adat Baduy juga sekaligus memberikan mandat kepada tim dari luar wilayah Baduy yang dikepalai oleh Heru Nugroho, dan 3 anggota lainnya yaitu Henri Nurcahyo, Anton Nugroho, dan Fajar Yugaswara.
Mereka dipercaya oleh Lembaga Adat Baduy untuk bisa menyampaikan aspirasi dan mengirimkan surat terbuka kepada Presiden, beberapa Kementerian dan perangkat daerah wilayah Banten.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana