Jakarta – Banten tengah dirundung korupsi. Berturut-turut, tiga kasus dugaan korupsi diungkap Kejati Banten, mulai dari dana hibah untuk pesantren, pengadaan tanah untuk Samsat, serta pengadaan masker untuk tenaga medis.
Gelombang aksi mahasiswa pun mulai bermunculan. Mereka menyuarakan kekecewaan atas maraknya korupsi di provinsi yang dipimpin Wahidin Halim ini.
Kamis, 3 Juni 2021, dua aksi unjuk rasa menyuarakan kekecewaan maraknya korupsi dilakukan di dua tempat berbeda. Aksi pertama dilakukan kelompok pemuda dan mahasiswa yang tergabung Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (JPMI) di depan gedung KPK RI, Jakarta.
Aksi lainnya digelar gabungan organisasi mahasiswa Banten yang tergabung dalam Koalisi Banten Menggugat (Kasibat) di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.
Kasibat terdiri dari HMI Cabang Serang, GMNI Cabang Serang, HIMA Persis PW Banten, KUMALA PW. Serang, KMS30, PP IMC, Himpunan mahasiswa Banten, PERMAHI DPC Banten dan HIMMA DPW Banten.
Salah satu orator dari HMI Cabang Serang bahkan, Dede Ruslan Rafiudin bahkan menyebut Wahidin Halim sebagai gubernur magang.
KPK Mulai Merespons
Di depan gedung KPK, aktivis JPMI yang menggelar aksi langsung ditemui perwakilan KPK. Tuntutan JPMI pun akan diteruskan kepada
Merespons aksi unjuk rasa, perwakilan KPK mendatangi pengunjuk rasa dan bersedia menyampaikan tuntutan JPMI ke bagian yang berwenang menangani perkara tersebut di KPK.
Petugas KPK perempuan yang mengaku bernama Devi ini juga menerima surat tuntutan yang disampaikan JPMI.
“Saya terima laporannya, nanti saya teruskan ke bagian yang berwenang menangani di KPK,” ujarnya.
Seperti diketahui, JPMI secara resmi telah melaporkan kasus korupsi dana hibah Ponpes ke KPK pada Rabu, 24 April 2021. JPMI melaporkan tiga orang pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi dana hibah pondok pesantren tersebut.
Tiga orang tersebut di antaranya, Gubernur Banten, Wahidin Halim; Sekretaris Daerah, Almuktabar; dan Kepala Badan Pengelola Anggaran dan Aset Daerah (BPKAD), Rina Dewiyanti.
Koordinator JPMI, Deni Iskandar kepada BantenHits.com mengatakan, Ketua KPK RI, Firli Bahuri telah memonitor kasus yang diadukan JPMI tersebut.
Pada Kamis, 27 Mei 2021, Firli memastikan akan memberikan atensi terkait kasus-kasus yang ada di Banten, terutama yang dilaporkan JPMI. Firli juga berterima kasih kepada JPMI yang telah melaporkan kasus tersebut.
“Terima kasih informasinya, nanti kita atensi,” kata Deni menirukan pernyataan Ketua KPK, Firli Bahuri kepada dirinya, Kamis 27 Mei 2021.
Terkait kasus korupsi dana hibah Ponpes sebesar Rp 117 Miliar tahun anggaran 2018-2021 ini, Kejati Banten sudah menetapkan lima orang tersangka, dua di antaranya pejabat Pemprov Banten, yakni mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten inisial IS, Mantan Ketua Tim Verifikasi Dana Hibah Ponpes inisal TS.
Sementara tiga tersangka lainnya, dua orang pengasuh Ponpes di Kabupaten Pandeglang, inisial ES dan AS serta Pegawai Harian Lepas (PHL) di Biro Kesra Provinsi inisial AG.
Salah seorang tersangka, yakni IS melalui pengacaranya menyatakan, Gubernur Banten Wahidin Halim diduga turut terlibat secara tidak langsung dalam dugaan korupsi dan hibah. IS juga sudah mengajukan menjadi justice collaborator ke Kejati Banten.
“Hari ini, apa yang dilaporkan JPMI ke KPK sudah terbukti. Kejati sudah memanggil Sekda dan Kepala BPKAD. Tapi kan faktanya, Kejati tidak berani juga memanggil WH. Padahal kan jelas, dugaan ketelibatan WH sebagai gubernur dalam pusaran korupsi hibah Ponpes ini, pelan-pelan terbukti. Itu disebut oleh pengacara mantan Kabiro Kesra,” katanya
“Maka dengan itu, kami JPMI hari ini meminta agar KPK segera turun tangan. Kita tidak ingin nama para kiai penjaga gerbang Banten ini, justru dikorbankan. Ini penting, KPK harus turun tangan dan datang ke Banten. Kemudian JPMI juga meminta agar semua elemen mahasiswa dan santri di semua Ponpes di Banten, harus mengawal persoalan ini. Bila perlu dorong KPK, agar turun ke Banten,” jelasnya.
Wahidin Halim telah merespons pelaporan dirinya ke KPK oleh JPMI. Pria yang populer disapa WH ini menyebut pihak yang melaporkannya hanya mencari sensasi. Dia mengatakan tidak ada dasar dirinya dilaporkan terlibat dalam dugaan kasus kasus korupsi dan hibah pondok pesantren (ponpes).
“Biarin saja, cari sensasi. Lagian nggak ada hubungannya. Coba apa hubungannya gubernur dilaporin? Apa alasannya? Dasar hukumnya apa? Ngga ada,” ujar WH kepada awak media, Senin 3 Mei 2021.
WH menilai bahwa saat ini anak muda lebih sering terbawa emosi dan isu-isu yang beredar di media sosial (medsos).
“Lagian ngga ada dasarnya. Dan yang tandatangan NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) kepala biro, masa gubernur harus turun tangan,” tegasnya.
Menurut WH, kebijakan yang dibuat olehnya untuk membantu ponpes sudah baik dan ada kesepakatan.
“Gubernur keluarkan kebijakan, tinggal implementasinya di lapangan. Nah kalau korupsi masa gubernur dibawa-bawa. Kaya (mantan) Mensos korupsi, emang bawa-bawa Presiden. Emang geblek itu yang laporin (saya), bodoh itu,” ujarnya.
Editor: Fariz Abdullah