Serang – Pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel merupakan program Gubernur Banten periode 2017-2022, Wahidin Halim. Program itu juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten 2017-2022.
Program pengadaan lahan itu dibuat untuk mengentaskan sekolah yang masih menumpang ke gedung SD atau SMP.
Keterangan itu disampaikan terdakwa korupsi pengadaan lahan SMKN 7 Tangsel yang merupakan mantan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten, Ardius Prihantono di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Serang, Senin, 7 November 2022.
“Ini adalah program Gubernur Banten dalam RPJMD 2017-2022 salah satunya adalah menuntaskan sekolah yang masih menumpang,” ujar Agus seperti dilansir detik.com.
Sidang mengagendakan pemeriksaan tiga terdakwa yakni Ardius Prihantono, Agus Kartono, dan Farid Nurdiansyah.
Rp 10 M Jadi Bancakan
Dalam persidangan sebelumnya, saksi Sofia M Sujudi Rassat, selaku pemilik tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan (Tangsel) merasa dizalimi karena tanahnya dihargai Rp 7,3 miliar. Padahal belakangan diketahui Pemprov Banten membayar tanah itu senilai Rp 17,8 miliar ke terdakwa.
“Saya merasa jual beli ini saya dizalimi terus,” kata saksi Sofia di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa, 27 September 2022.
Sofia menjadi saksi untuk perkara kasus korupsi pengadaan tanah untuk SMKN 7 Tangsel. Ia memberikan kesaksian untuk terdakwa Ardius Prihantono selaku eks Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Pemprov Banten serta Agus Kartono dan Farid Nurdiansyah sebagai pihak swasta.
Sofia mengatakan, pada sekitar Desember 2017, ia awalnya dipanggil ke Kecamatan Ciputat Timur pada pukul 21.00 WIB. Di sana, ia diminta untuk melepaskan hak atas tanah di Rengas yang sebelumnya sudah disepakati akan dijual ke terdakwa Agus Kartono dengan pembayaran uang muka.
Malam itu, lalu disepakati bahwa uang transfer pembayaran Dindikbud diberikan ke terdakwa Agus. Ia mengaku heran dan kaget waktu itu kenapa dibayarkan ke Agus padahal ia pemilik tanah yang sah. Agus memang membeli tanah itu tapi baru memberikan uang muka Rp 3 miliar lebih dan itu dilakukan pada 2013.
“Saya keberatan uang masuk ke Pak Agus,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Atep Sopandi.
Ia lalu diyakinkan oleh camat Ciputat Timur karena sisa uang pembayaran pasti akan diberikan oleh terdakwa Agus. Setelah ada jaminan dari camat, ia lalu setuju uang tidak diterima secara langsung, tapi melalui terdakwa.
“Saya tidak mempertanyakan, saya sudah lah karena sudah kesal, karena saya yang menjual tapi yang menerima orang lain, Pak Agus. Pak camat bilang, ibu akan menerima apa yang menjadi hak ibu Rp 4,1 miliar,” katanya menceritakan.
Uang Rp 4,1 miliar itu pun dibayarkan beberapa hari kemudian oleh terdakwa Agus. Ia sendiri tidak berurusan dengan pihak DIndikbud karena tidak ada yang ia kenal .
Setelah pembayaran pada dirinya selesai, belakangan ia memang baru tahu ternyata tanah miliknya dibeli Dindikbud seharga Rp 17,8 miliar. Ia sendiri memang kaget.
“Kaget, saya tidak mempertanyakan, sudah lah karena sudah kesal,” paparnya.
Sumber: detik.com