Celah di antara pohon bakau yang berdiri lebat seperti membentuk labirin. Memasukinya, seketika tubuh langsung disergap hawa dingin. Di tengah hutan bakau itu berdiri memanjang jembatan kayu yang dicat warna-warni. Warga menyebutnya Jembatan Pelangi.
Cerita soal Jembatan Pelangi telah viral di media sosial. Kawasan ini, kini tengah digandrungi pemburu spot selfie, terutama para millennials.
Ada sensasi yang beda, ketika menyusuri Jembatan Pelangi di tengah hutan bakau yang terletak di Desa Lontar, Kecamatan Lontar, Kabupaten Serang. Wartawan BantenHits.com Nurmansyah Iman pada awal pekan Agustus 2019 berkesempatan mengunjungi lokasi ini.
Menurut Ropin (39), pengelola Ekowisata Mangrove Jembatan Pelangi,
destinasi wisata kekinian yang tengah hits ini ternyata dulunya adalah kawasan daratan yang terus terkikis abrasi. Masyarakat sekitar yang peduli dengan kondisi ini kemudian ramai-ramai menanam pohon bakau.
“Dulu di sini (kawasan) tambak semuanya. Dari sini sekitar 700 meter terus terkikis (abrasi), karena itu saya nanam mangrove pada tahun 2013. Di tahun 2014 saya dapat perhatian dari DKP Provinsi Banten, saya lakukan terus hingga pada tahun 2018 saya mendapatkan dari Dinas Lingkungan Kabupaten Serang, dan mendapatkan bantuan dari PT PLN untuk membuat plan, tapi saya sarankan untuk membuat tracking di hutan mangrove,” katanya ditemui di Tempat Wisata Jembatan Pelangi Hutan Mangrove, Pantai Lontar, Kabupaten Serang, Minggu 10 Agustus 2019.
Duduk santai di atas gajebo di sekitaran hutan mangrove, Ropin menceritakan tentang perjuangan bersama warga serta DKP Providing Banten membangun hutan mangrove di sepanjang Pantai Lontar yang saat ini tengah menjadi wisata alam mangrove yang lebih dikenal dengan Jembatan Pelangi oleh wisatawan.
“Impian saya dulu bersama orang dari DKP untuk membuat tracking mangrove, alhamdulilah di tahun 2018 bisa terlaksana bantuan dari PT PLN itu. Dulu saya menanam mangrove dari biji hingga tinggi-tinggi dan dari situ mempunyai ide bersama orang dari DKP untuk dibangun tracking, tapi anggaranya tidak ada di provinsi,” ungkapnya.
Wisata hutan mangrove dengan konsep tracking yang lebih di kenal dengan Jembatan Pelangi sempat viral dengan banyaknya yang memposting di media sosial.
Menurut Ropin pengunjung sudah berdatangan dari luar kota di setiap akhir pekan. Jumlah pengunjung bahkan mencapai seribu orang sehari.
“Sampai viral dengan banyaknya yang memposting di media sosial. Bahkan sebelum terjadinya Tsunami Selat Sunda pengunjung sampai ribuan di hari Sabtu dan Minggu perkiraan seribu sampai dua ribuan. Alhamdulilah sampai saat ini masih melakukan pembibitan dan penanaman,” pungkasnya.
Nah, bagi Anda yang belum sempat mengunjungi Jembatan Pelangi, ayo buruan datang!
Editor: Darussalam Jagad Syahdana