Asa di RSUD Adjidarmo Lebak

Date:

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Adjidarmo merupakan Rumah Sakit yang selama ini telah membersamai masyarakat Kabupaten Lebak, terutama dalam pelayanan kesehatan. Sejalan perkembangannya menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, mengharuskan Pemerintah Daerah terutama manajemen Rumah Sakit menganut pola manajemen BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) dengan segala konsekuensinya, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sehingga dibutuhkan kesiapan daerah dalam rangka mensikapi regulasi yang ada.

Berdasarkan maksud dibentuknya, BLUD merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Atau dalam artian BLUD tidak mengutamakan mencari keuntungan.

Hal ini yang membedakan BLUD dengan BUMD. Tapi dalam pelaksanaanya BLUD harus tetap menggunakan prinsip efiensi dan produktifitas serta praktek bisnis yang sehat. Praktik bisnis yang sehat artinya berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban. Jika merujuk kepada semangatnya, BLUD merupakan solusi terbaik untuk mengatasi banyak  persolan terutama keluhan pasien. Bagi pasien, mereka tidak mau tau dengan segala macam peraturan administrasi seperti uang harus dicairkan dahulu ke kas Pemda baru dibelanjakan. Bagi mereka hanya satu : segera dilayani.

Maka, bagi rumah sakit yang sudah BLUD akan memiliki beberapa fleksibilitas yang dikecualikan dari yang berlaku umum. Pengecualian ini bukan berarti BLUD menabrak undang-undang/hukum. Ada peraturan ‘turun temurun’ yang sangat panjang dan komplet yang memerintahkan atau menaunginya.Peraturan itulah kemudian yang membolehkan RS memiliki kas sendiri (kalau ada keperluan, langsung bisa diambil dari kas dan dibelanjakan untuk pelayanan). BLUD juga memungkinkan untuk bekerjasama dengan pihak lain sepanjang menguntungkan, dan lain-lain menurut aturan yang berlaku. Dengan berbagai fleksibilitas tersebut maka seharusnya RSUD tidak ada lagi kendala dalam melayani masyarakat.

Sejalan dengan perubahannya, RSUD Adjidarmo harus diakui masih memiliki banyak kekurangan dalam pelayanan publik. Masyarakat cenderung masih belum merasa puas karena pelayanan yang diberikan dirasa masih jauh dari profesional, tidak telaten, tidak cepat, prosedur yang dirasa masih berbelit-belit, masih terjadi diskriminasi pelayanan, kinerja pelayanan aparatur yang kurang, fasilitas RS yang kerap rusak seperti Lift yang sering tidak berfungsi sehingga menyebabkan petugas medis kerepotan dalam melakukan tugasnya membawa pasien dari lantai yang satu ke lantai yang lain, fasilitas umum seperti ruang toilet yang bermasalah, ruangan yang bocor, kondisi RS yang kumuh dan lain-lain kondisi riil pelayanan publik yang kerap terjadi. Terakhir, tergenangnya selasar RS pada saat hujan lebat beberapa waktu yang lalu. Tertinggal jauh dengan pelayanan RS sejenis di daerah lain, semisal RS Bunut Sukabumi yang mengalami kemajuan, bersih dan rapih. Pasien akhirnya lebih memilih RS swasta terkait pelayanan kesehatan maupun kerjasama jaminan kesehatan. Hal ini sangat disayangkan, padahal tingkat kunjungan RSUD Adjidarmo cukup tinggi. 

Ditambah pelayanan turunan yang juga sebelas dua belas, seperti pelayanan lahan parkir yang belum maksimal, ketersediaan obat yang belum terkontrol dengan baik, pasien masih kerap membeli diluar RS untuk pasien rawat jalan ataupun naik kelas yang kadang harganya cukup membebani. Perubahan menjadi BLUD, seharusnya menjadikan RSUD Adjidarmo menjadi “meningkat” terutama pelayanan dan fasilitas. Sebaliknya, hingga saat ini masih terkesan hanya asal gugur kewajiban saja, belum memberikan manfaat atau perubahan berarti bagi peningkatan mutu pelayanan. 

Padahal mutu seharusnya merupakan fokus dari pelayanan RSUD. Sebab mutu menjadi tiga landasan utama dalam pemberian pelayanan kesehatan bersama akses dan biaya. Mutu dapat dicapai melalui pemberian pelayanan yang terjangkau, yang pantas, yang efisien dan hemat biaya, serta terjangkau. Layanan dikatakan bermutu jika layanan tersebut berorientasi pada pelanggan, tersedia, memadai dan mudah dikelola. Untuk dapat memuaskan pelanggan, maka manajemen harus peka terhadap keinginan pelanggan. 

Muara semuanya, menurut penulis adalah dibutuhkan kepemimpinan yang dapat membawa perubahan, segera dimilikinya Direktur RSUD definitif yang dapat mendorong peningkatan kapasitas SDM, perubahan pola pikir (mindset), semangat kewirausahaan (enterpreneurship) bagi pengelola. Mau bekerja keras, bersinergi dengan semua pihak dan kesamaan visi misi seluruh kemponen, yang seiring seirama. Kepemimpinan yang memiliki prinsip transparan, akuntabel, responsible dan independen. Yang memiliki kemampuan merubah mindset semua SDM yang ada, yang tadinya biasa dilayani, sekarang melayani, yang tadinya pasien butuh RS, sekarang RS butuh pasien atau pelanggan, yang tadinya uang disetor ke kas Pemda, sekarang dikelola sendiri dikas BLUD. Dari mindset birokrat menjadi entrepreuner dengan selalu melakukan hal yang inovatif, efisiensi di segala bidang, responsif, cepat tanggap kebutuhan pasien, bukan lagi terpaku pada rutinitas belaka. Direktur yang dapat membangun system, memiliki Tim Audit Internal, meliputi audit sarana, HRMA (Human Resourse Managemen Assesment), dll. Memiliki standarisasi yang harus di capai disetiap bagian yang harus di penuhi. Terdapat reward and punishment, sehingga kinerja RSUD baik di dalam prima ke luar.  

Dapat menyelesaikan berbagai persoalan rutin, seperti budaya pengunjung pasien yang lumayan susah di atur, susah di ajak menjaga kebersihan, semoga dapat diselesaikan oleh security melalui penerimaan yang profesional, yang telah terlatih. Terbentuknya Tim Pengendalian  dan Pencegahan Infeksi (PPI) yang fokus mengurus bab tersebut. Rumah sakit negeri maupun swasta yang telah bagus, bersih, rapi salah satunya karena mereka telah sukses menerapkan program PPI nya, sehingga jarang ditemui kecoa, lalat, tikus, kucing di dalam lingkungan RS yang dapat menjadi faktor penyebaran infeksi, sebagai salah satu indikator citra sebuah RS, nyaman tidaknya di mata masyarakat.

Jumlah dokter spesialis yang sesuai kebutuhan, dan sebanding dengan jumlah pasien, sehingga dokter dapat melayani pasien optimal, kompeten dan komitmen melayani masyarakat. RS menjalin kerjasama dan melakukan edukasi kepada para pengunjung agar bisa bersikap kooperatif degan petugas RS, hari-hari ini masih kerap kita saksikan pengunjung yang merokok seenaknya, pengunjung pasien membawa anak-anak di bawah usia 12 tahun bahkan balita dan batita dengan berbagai alasan, membuang sampah sembarangan. Masyarakat harus diberikan edukasi, bahwa kesuksesan RS pun membutuhkan kerjasama dari masyarakat dan semua pihak.

Juga, merubah mental menjadi berhemat dan efisien, yang tadinya jika berdasarkan keumuman menghabiskan anggaran sebab bila anggaran tidak terserap atau tidak habis, dianggap kinerjanya jelek. Setelah BLUD, Direktur RS dituntut untuk menjadi Direktur betulan, bukan sekedar kepala RS, Kepala keuangan, Kepala perencanaan, kepala staf dst… Tapi manajer keuangan, manajer SDM, manajer operasional. Manajer yang bisa memenej setiap unit yang dipimpinnya.

Pemahaman ini tidak bisa hanya dimiliki oleh segelintir orang, hanya bagian manajerial saja atau bagian administrasi saja atau bagian fungsional saja. Semua harus seirama. Semakin banyak yang paham BLUD akan semakin baik, sehingga para manajer RS tidak terlalu susah menggerakkan orang-nya untuk mencapai tujuan bersama.

Untuk pelayanan yang bermutu, maka upaya perbaikan harus dilakukan terus menerus atau berkesinambungan. Semua orang, semua organisasi bisa melakukannya. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana mempertahankan keberlanjutan dari proses perbaikan tersebut. Proses tersebut harus menjadi budaya, harus menjadi jiwa dan filosofi menyeluruh. Komitmen manajemen dan kepemimpinan yang kuat sangat penting bagi upaya perbaikan ini.

Tidak bermaksud ngajaran ngojay ka meri, semoga tidak ada hal yang salah dalam penyampaian dan tidak ada yang terluka dalam mensikapi. Karena Cinta dan kebanggaan sebagai warga Lebak lah kita harus terus berupaya menuju perubahan. Semoga cap SALAH URUS yang selama ini melekat pada RSUD Adjidarmo lambat laun berkurang dan mengalami perubahan kearah lebih baik. Tidak ada yang tidak mungkin, jika kita mau berubah.

Penulis adalah Dian Wahyudi ,Anggota DPRD Kabupaten Lebak Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

 

 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Menikmati Jalur Mudik Lebak

BantenHits - Selama bulan Ramadan saya melakukan kunjungan dua...

Mencari Independensi Media Dalam Pemberitaan Politik

Bantenhits - Peran media dalam panggung politik kontemporer semakin...

Gunung Batu Desa Anti Korupsi

Bantenhits - Beberapa waktu yang lalu, Selasa, 31 Januari...

Geger Sambo dari Perspektif Mahasiswa Komunikasi; Catatan Kritis untuk Perubahan Polri

Mata publik seolah tak pernah berhenti menguntit setiap detail...