Satu Siswa Santo Agustinus Korban Tewas di Baduy Ternyata Anak Aktivis yang Memperjuangkan Nikah Beda Agama

Date:

Achmad Nurcholis salah satu orang tua korban pelajar SMP Budhaya Santo Agustinus yang tewas di Baduy. (FOTO: Tangkap Layar Video).

Lebak- Lima pelajar SMP Budhaya Santo Agustinus, Jakarta Timur meregang nyawa setelah tenggelam di Sungai Ciujung, Kampung Gajeboh, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jumat, 25 Oktober 2019.

Mereka masing-masing Malvin Reizen Alvino, Moses Immanuel Baskoro, Syahrul Ramadhan, Paskaleo Anestio Telaumbanua, dan Cristiano Arthur Immanuel.

Baca Juga: Tangisan Keluarga Pecah saat Tim DVI Umumkan Daftar Nama Pelajar SMP Budaya Santo Agustinus yang Tewas di Baduy

Tim Dokkes Polda Banten memastikan kelimanya tewas lantaran memaksakan untuk menceburkan diri ke sungai yang jarang digunakan masyarakat baduy lantaran kedalamannya yang mencapai 3 meter meskipun tidak bisa berenang.

Suasana ruang jenazah RSUD dr. Adjidarmo tempat identifikasi kelima korban diselimuti suasana duka. Para orang tua menangis dan berteriak histeris saat tim DVI mengumumkan daftar nama kelima korban tewas.

Achmad Nurcholis salah satu orang tua korban mengaku tak menyangka putra ke duanya Malvin Reizen Alvino meregang nyawa saat studi tour ke Baduy.

“Ya memang dia (Malvin Reizen Alvino) pamit untuk trip ya setelah masa liburan gitu,”kata Nurcholis saat diwawancara awak media, Jumat, 25 Oktober 2019 malam.

Pria yang ternyata seorang aktivis LSM Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP) mengaku tak merasakan adanya firasat apapun sebelum Malvin meregang nyawa. Ia mengaku baru menerima kabar pada pukul 16.30 WIB.

“Ngga ada firasat apa-apa. Saya terima kabar ini sekitar pukul 04.30 WIB dari keluarga teman anak saya,”ucapnya.

Baca Juga: Periksa Enam Saksi, Polisi Ungkap Detik-detik Tewasnya Pelajar SMP Budaya Santo Agustinus Jakarta Timur di Baduy

Untuk diketahui, dikutip daro bbc.com nama Achmad Nurcholis ramai dieprbincangkan masyarakat pada tahun 2003. Saat itu dia akan menikahi seorang perempuan Konghucu yang kemudian muncul reaksi keras dari pimpinan masjid tempat dia beraktivitas.

Namun demikian, pria ini tetap meneruskan niatnya untuk menikahi Ang Mei Yong, perempuan Konghucu itu.

Dan saat pernikahan mereka -yang digelar secara Islam dan Konghucu- pada 8 Juni 2003 diliput oleh media massa, masyarakat kemudian menyikapinya secara berbeda.

Ada banyak yang mendukung langkahnya, tetapi yang menghujat lebih banyak lagi.

Tidak pelak lagi, pernikahan beda agama ini memunculkan kembali isu sensitif selama ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Editor: Fariz Abdullah

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Dua Parpol Pemilik Suara Besar di Banten Gelar Pertemuan Tertutup, Isyarat Koalisi Mencuat

Berita Banten - Partai Golkar dan Partai Gerindra yang...

Arahan Presiden Jokowi dalam Rakernas Kesehatan Nasional di Kabupaten Tangerang

Berita Banten - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri sekaligus...