Jakarta – Kucuran penyertaan modal daerah (PMD) dari Pemerintah Provinsi Banten, untuk Bank Banten melalui BUMD Pemprov Banten, PT Banten Global Development (PGD), dinilai tidak menerapkan prinsip dasar investasi daerah sesuai PP Nomor 54 Tentang Badan Usaha Milik Daerah.
Menurut Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Banten (Jakarta), Rizki Irwansyah, PMD untuk Bank Banten pada PT Banten Global Development yang didanai oleh APBD-P 2020 dengan total keseluruhan sebanyak 2,2 Triliun tidak layak jika melihat urgensi dan manajemen risiko, terlebih keuangan Pemprov mengalami defisit hingga Rp1,796 T,
“PP Nomor 54 Tentang BUMD Pasal 23 menyebutkan harus melakukan analisa investasi, manajemen risiko, rencana dan target capaian terlebih dahulu sebelum mengeluarkan Perda untuk PMD. Jadi pada prinsipnya, sebelum pemerintah dan DPRD memutuskan menambah PMD, harus diuji sejauh mana tambahan modal bisa meningkatkan performa Bank Banten. Selain itu apakah tambahan modal tersebut termasuk urgent atau tidak, yang nantinya berujung di perjanjian investasi antara Perusahaan BUMD dengan Pemda. Kan mestinya begitu”, ucap Rizki Irwansyah melalui keterangan tertulis kepada BantenHits.com.
Kebijakan penyerataan modal ini, lanjutnya, terkesan serampangan. Alasannya, manajemen internal kedua perusahaan milik Pemprov yakni Bank Banten selaku anak perusahaan PT BGD acapkali mengalami masalah, bahkan tak pernah ada redanya sejak pertama berdiri.
Selain itu, Ia menilai, ditengah kondisi keuangan daerah yang defisit akibat pandemi, pemprov juga belum sepenuhnya terbuka soal penggunaan modal ini apakah untuk jangka pendek dan menengah.
Pertanggung jawaban atas PMD inilah yang disorot oleh mahasiswa yang ditergabung HMB Jakarta. Oleh karenanya, Rizki berharap pemerintah membuka hasil analisa, manajemen risiko, dan rencana target serta capaian Perusahaan BUMD penerima dana dari APBD.
“Dananya kan gak sedikit, lebih dari dua triliun. Pemda dan PT. BGD terbuka dong hasil analisa dan business plan-nya, uangnya kan sejatinya uang rakyat itu tidak bisa sembarangan diberi kepada BUMD yang gak jelas”, tegas Rizki.
Meskipun dirinya kurang tahu persis kasus korupsi pada Penyertaan modal untuk Bank Banten Tahun 2013 silam seperti apa, Ia menyebut, mungkin kalau PMD ini tidak diawasi dengan baik akan mengulang kejadian yang sama.
Rizki berharap menyoal penyertaan modal pada Bank Banten, Pemda semata-mata benar untuk menyelamatkan Bank Banten, bukan untuk menguntungkan pribadi atau menyelamatkan saham di luar kepemilikan pemerintah.
Seperti yang diketahui sejak bersalin rupa menjadi BPD pada 2016, Bank Banten terus membukukan kerugian.
Pada 2016, Bank Banten membukukan rugi senilai Rp 414,940 miliar. Satu tahun kemudian krmbali rugi Rp76,22 miliar. Pada akhir 2018, jumlah kerugian kembali meningkat menjadi Rp94,960 miliar. Terakhir, pada 2019 Bank Banten menderita kerugian Rp157,56 miliar.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana