Tangerang – Publik kini tengah menyorot bobroknya moralitas ASN di Banten setelah tiga pejabat terbukti berpolitik praktis masuk grup WA pemenangan Muhammad Fadhlin Akbar, calon anggota DPD RI yang juga anak Gubernur Banten Wahidin Halim.
Fakta keterlibatan ASN untuk kepentingan politik anak gubernur Banten seolah sebuah paradoks. Pasalnya, dalam berbagai kesempatan Wahidin Halim berkoar akan melakukan reformasi birokrasi.
Bahkan, saat apel gabungan awal bulan ASN Provinsi Banten, Senin, 4 Februari 2019 di Lapangan Apel Setda Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), WH meminta aparatur sipil negara atau ASN di Banten menunjukkan netralitas menghadapi Pilpres 2019.
“ASN memiliki hak pilih tetapi tidak boleh berkampanye. Jangan tunjukan symbol jari yang mengarah pada pasangan tertentu karena kita sebagai ASN terikat dengan ketentuan, ” kata WH seperti dilansir dalam keterangan tertulis Humas Pemprov Banten.
WH mengungkapkan, hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah di muka bumi.
“Pada intinya kita hidup untuk mencari ridho dari Allah SWT,” terangnya.
Hadir dalam apel gabungan Wakil Gubernur Banten H. Andika Hazrumy, Pj. Sekretaris Daerah Banten Ino S. Rawita, para staf ahli gubernur dan asisten daerah, serta para kepala OPD di lingkungan Pemprov Banten.
BACA JUGA: Pimpinan Apel Gabungan, Gubernur Banten Minta ASN Netral
Hanya berselang dua bulan dari apel gabungan ini, Bawaslu Banten memutuskan tiga pejabat di Pemprov Banten terbukti melanggar undang-undang karena masuk grup WhatsApp pemenangan anak gubernur.
Mereka yang dinyatakan Bawaslu terbukti melanggar, yakni Kepala Dinas Pertanian Agus Tauchid (AT), Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Babar Suharso (BS) dan satu Kasubag TU Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Serang-Cilegon, Faturrohman (FR).
Saat moralitas ASN di Banten yang nekat terlibat politik praktis demi anak gubernur jadi sorotan publik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Banten menjadi salah satu dari enam wilayah dengan kasus tindak pidana korupsi tertinggi di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam seminar nasional Optimalisasi Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi di Universitas Semarang, Rabu, 10 April 2019. Enam wilayah tersebut, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Banten, Papua dan Papua Barat.
“Enam provinsi tersebut merupakan juaranya korupsi, itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di KPK. Papua dan Papua Barat (gubernurnya) juga sudah masuk. Tapi kelakuannya masih saja seperti itu. Ini kami ungkapkan yang berhubungan dengan gubernurnya,” kata Laode seperti dilansir merdeka.com.
Editor: Darussalam Jagad Syahdana