Berita Jakarta – Perubahan nama Jakarta terjadi dari masa ke masa. Literatur-literatur sejarah mencatat sejumlah nama sebelum akhirnya menjadi Jakarta, mulai dari Kalapa, Sunda Kalapa, Jayakarta, Batavia, hingga kemudian Jakarta.
Merujuk pada Buku ‘Asal-usul Nama Tempat di Jakarta’ yang ditulis Rachmat Ruchiat, perubahan nama-nama Jakarta juga bersesuaian dengan kondisi perkembangan sosial, politik, dan ekonomi pada setiap zamannya.
Kalapa
Menurut Rachmat Ruchiat, nama Kalapa muncul dalam dua naskah lontar beraksara Sunda kuno, yakni Bujangga Manik dan Carita Parahiyangan. Naskah Bujangga Manik saat ini tersimpan di Perpustakaan Bodleian, Oxford.
“(Naskah Bujangga Manik) isinya tentang kisah perjalanan Bujangga Manik, seorang rahib yang berasal dari Keraton Pakuan, menyusuri Pulau Jawa dan Bali,” kata Rachmat Ruchiat dalam bukunya seperti dikutip BantenHits.com, Senin, 26 Desember 2022.
Dalam perjalanannya ini, lanjut Rachmat, Bujangga Manik menyebutkan 11 nama tempat yang dilaluinya. Namun dari semua tempat itu, hanya tiga nama tempat yang masih dapat diidentifikasi yakni Kalapa, Pabean, dan Ancol.
Sementara, naskah Carita Parahiyangan yang saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional dengan kode naskah koropak nomor 406, telah diterjemahkan dua sejarawan, yakni Atja dan Saleh Danasasmita.
Penelusuran BantenHits.com, nama terakhir selain dikenal sejarawan dia merupakan sastrawan dan redaktur. Dia juga tercatat pernah menerbitkan sejumlah media cetak di Jawa Barat seperti Mangle’, Baranangsiang, Hanjuang, dan lainnya.
Dalam Carita Parahiyangan inilah, disebutkan sejumlah nama seperti Kalapa, Ancol (Tiji), Tanjung, dan Wahanten yang kemudian dimaksud Banten.
Sunda Kalapa
Rachmat Ruchiat melanjutkan, Kalapa pada zamannya tergolong pelabuhan Internasional. Tidak hanya perahu-perahu dari berbagai penjuru Nusantara, tapi di tempat itu biasa berlabuh juga kapal-kapal dari negara lain seperti Tiongkok, dan India.
“Pada paruh kedua abad ke-15, Kalapa disinggahi kapal orang-orang Portugis,” ungkap Rachmat.
“Mereka membuat peta navigasi dari pantai utara Pulau Jawa. Dalam peta itu Kalapa tercantum dengan nama Cunda Calapa,” sambungnya.
Orang-orang Portugis, kata Rachmat, melengkapi nama Kalapa dengan kata Sunda untuk menyatakan bahwa pelabuhan itu milik Kerajaan Sunda atau yang lebih dikenal dengan sebutan nama Kerajaan Pajajaran.
“Nama Kalapa mulai muncul antara lain ketika Tome Pires menyebutkan dalam bukunya, Suma Oriental, bahwa pelabuhan yang letaknya di sisi sebelah timur Muara Sungai Ciliwung itu adalah pelabuhan yang sudah tertata rapi. Ada syahbandar, hakim, dan juga bendahara (mangkubumi),” tulis Rachmat.
Nama Cunda Calap juga tercatat oleh Jan Huygen dalam bukunya, Itinerario yang dibuat pada 1556. Pada peta yang digambarkan dalam buku itu, tercatat sebuah pelabuhan bernama Cunda Calapa.
Jayakarta
Sunda Kalapa kala itu disebutkan dalam penguasaan Ratu Sangiang, adik dari Surawisesa yang merupakan putra mahkota Kerajaan Pajajaran yang kala itu dipimpin Sri Baduga Maharaja.
Singkat cerita, Sunda Kalapa berhasil direbut oleh pasukan Fatahillah dari Kesultanan Demak yang kala itu didukung penguasa Cirebon, Syarif Hidayatulloh yang dikenal Sunan Gunung Djati.
Setelah dikuasai sepenuhnya oleh Fatahillah, nama Sunda Kalapa diubah menjadi Jayakarta yang mengnadung arti kemenangan atau kesejahteraan mutlak.
Batavia
Rachmat menjelaskan, nama Jayakarta yang mengandung arti kejayaan dan kesejahteraan itu rupanya tidak begitu memberi kenyataan seperti ketika Sunda Kalapa terkenal sebagai Kota Pelabuhan yang ramai disinggahi kapal-kapal niaga, baik antarpulau maupun internasional.
“Setelah dinamai Jayakarta, justru pamornya semakin lama semakin kalah dengan Pelabuhan Banten,” jelas Rachmat.
Saat itu, selama puluhan tahun Pelabuhan Jayakarta lebih banyak dikenal sebagai pelabuhan nelayan dan jarang sekali disinggahi kapal niaga.
“Cerita selanjutnya, adalah jatuhnya Jayakarta ke tangan VOC dan namanya kemudian diganti menjadi Batavia,” kata Rachmat.
Jakarta
Pada masa pendudukan tentara Jepang, nama Jakarta dihidupkan kembali. Hal itu diumumkan dalam berita pemerintah balatentara Jepang, Kang Po No.9 thn.I bulan 12 tanggal 8 Desember 1942 untuk waktu yang tidak terbatas.
Pada kenyataannya, nama Jakarta kemudian bertahan hingga saat ini.